Dongeng : Pak Tua Hamaguchi
Suatu hari, udara terasa panas sekali di sebuah desa di Jepang. Penduduk desa itu sudah tahu, itu salah satu tanda akan terjadi gempa. Desa itu memang sering dilanda gempa bumi, hingga gempa bukan merupakan bencana lagi.
Akhirnya, desa kecil di tepi laut itu benar-benar dilanda gempa bumi. Gempa itu tidak begitu kuat. Penduduk desa tak terlalu memperhatikannya, kecuali Pak Tua Hamaguchi. la telah merasakan beribu kali gempa bumi. Namun, gempa kali ini tidak seperti biasanya. Kali ini lemah, tetapi lama. Rumahnya berderak-derak dan bergoyang beberapa kali. Pak Hamaguchi merasa cemas.
Pak Hamaguchi lalu naik ke bukit tertinggi. Matanya memandang jauh ke pantai. Dilihatnya pemandangan aneh! Gelombang bergerak ke arah laut, menentang arah angin. Pantai jadi semakin luas. Penduduk lainnya juga melihat hal ini. Mereka bersorak riang.
"Air laut surut! Ayo, kita ke pantail"
Mereka berbondong-bondong menuju pantai. Kini hamparan pasir pantai sudah semakin luas, jauh menjorok ke lautan. Semua penduduk merasa heran. Batu-batu karang dan tumbuhan laut yang dulu terbenam air, kini terlihat nyata.
Hanya Pak Hamaguchi yang tak ikut bergembira. la merasakan gerakan aneh di tanah. Tiba-tiba ia teringat cerita kakeknya ketika ia masih kecil Pak Hamaguchi semakin cemas, la harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan penduduk!
Satu-satunya cara adalah membunyikan lonceng di kuil. Namun, letak kuil itu jauh di puncak bukit. Untuk ke sana memerlukan waktu cukup lama. Akhirnya, Pak Hamaguchi memanggil cucunya,
"Tada, cepat nyalakan obor! Lalu bawa kemari!
Tada segera menyalakan dan memberikan obor itu kepada kakeknya, Setelah menerima obor itu, Pak Hamaguchi pergi ke sawah. Saat itu memang habis panen. Padi yang kering menumpuk di tepi sawah bersama tumpukan-tumpukan jerami. tanpa membuang waktu, Pak Hamaguchi membakar semua tumpukan jerami kering itu. Angin yang berembus sepoi dari laut cepat membesarkan nyala api. Api yang berkobar itu segera dilihat penduduk yang ada di tepi laut. Tada tidak mengerti perbuatan kakeknya. la berusaha mencegahnya.
"Apa kakek tidak salah?"
"Jangan campuri urusanku, Tada. Cepat berteriak dari tebing bahwa Pak Hamaguchi telah melakukan kesalahan. Cepat! Katakan ia telah membakar hasil panenan!"
Tada langsung lari ke tebing. la berteriak-teriak, bertepuk-tepuk, dan berseru-seru memanggil penduduk yang ada di pantai untuk kembali naik. Kebakaran itu terlihat dari kuil. Para pendeta langsung memukul lonceng bertalu-talu. Penduduk yang berada di tepi laut segera naik ke darat. Mereka berlari ke tempat kejadian. Terlihat Pak Hamaguchi masih memegangi obornya.
Tak lama kemudian, seluruh penduduk berkumpul di tempat itu. Mereka menyuruh Pak Hamaguchi memadamkan api. Namun sang kakek berteriak,
"Hitunglah dulu jumlah anggota keluarga kalian. Apa sudah lengkap? Tak ada yang tertinggal di pantai? Kalau sudah lengkap baru kita padamkan api ini!"
Ternyata jumlah penduduk sudah lengkap. Pak Hamaguchi pun memadamkan api. Lalu berkatalah ia sambil menunjuk ke arah laut," Lihatlah ke laut! Kalian akan tahu mengapa aku berbuat seperti ini!"
Penduduk desa memandang ke arah laut. Tampak garis tebal memanjang sejajar cakrawala. Garis itu bergerak ke arah pantai. Semakin lama semakin dekat. Suaranya semakin menderu-deru, ternyata itu gelombang raksasa yang datang dan menghempas pantai. Suara benturannya sangat dahsyat. Bebukitan terasa goyah dibuatnya. Percikan-percikan air yang lembut menebar tinggi sampai membasahi wajah mereka.
Hempasan ombak terjadi empat kali. Semakin lama semakin surut kekuatannya. Lalu kembali tenang seperti biasa. Suasana kini mencekam seperti badai topan yang baru usai.
Kerusakan yang ditimbulkan gelombang pasang itu cukup besar. Beberapa rumah di tepi pantai hancur. Sawah-sawah di tanah rendah sebagian besar hancur. Namun demikian, tak ada korban seorang pun. Kalau saja mereka masih berada di pantai saat itu, tak terbayang jumlah penduduk yang tewas!
Tada memeluk kakeknya erat-erat. la minta maaf karena telah menganggap kakeknya salah. Pak Hamaguchi memang sangat tulus. Rumahnya yang besar di puncak bukit disediakan untuk tempat berteduh penduduk yang kehilangan rumah.
Setelah rumah-rumah penduduk diperbaiki, mereka mendirikan sebuah kull baru, Kuil itu lalu dinamakan Kuil Hamaguchi. (Diceritakan oleh Yoyok)
Sumber : Bobo Teman Bermain dan Belajar, 31 Agustus 2023
Komentar
Posting Komentar