RAHASIA PUNGGUNG KUREI

Kemarau telah tiba dan sedang mencapai puncaknya. Persediaan air di Hutan Willow mulai menipis. Kolam-kolam di hutan mulai mengering. Namun, penghuni hutan masih saja bermain sesuka hati. Padahal, setelah bermain, mereka akan butuh minum yang banyak. Maka suatu saat, Hari si harimau mengumpulkan semua warga hutan. "Kawan-kawan, kita harus berhemat karena air

mulai sulit didapat!" kata Hari kepada warganya. "Iya, betul! Kami kawanan gajah baru saja pulang dari menyedot air di sungai, untuk mengisi kolam-kolam," kata Gani si gajah. "Sungainya lumayan jauh di sisi utara hutan. Dan sudah mulai dangkal airnya. Jadi, jerih payah kami jangan

dibuang-buang dengan percuma."

Kakek Jeri si jerapah maju keluar barisan. "Ketua Hari, aku teringat sebuah cerita dari orang tua Kurei."

Kakek Jeri menengok ke belakang mencari Kurei dan memanggilnya. Kurei si kura-kura yang berada di barisan depan, perlahan maju dengan malu-malu.

"Orang tua Kurei adalah kura-kura penjelajah. Mereka pernah bercerita kepadaku tentang mata air yang sangat besar. Tapi, belum sempat bercerita di mana letaknya, mereka keburu tertangkap oleh pemburu."

Kurei memasukkan kepalanya ke dalam tempurung. Dia malu terlihat menangis. Tiba- tiba, Kurei rindu pada ayah ibunya. Kakek Jeri berkata lagi.Sebaiknya kita segera mencarinya, Ketua! Kalau berlama-lama, kita bisa mati kehausan."

Akhirnya, Ketua Hari membagi para pencari menjadi dua rombongan. Rombongan pertama dipimpin oleh Gani. Rombongan kedua dipimpin oleh Ketua Hari sendiri.

Saat pimpinan rombongan memilih anggotanya, Kurei memberanikan diri untuk maju. "Apakah aku boleh ikut mencari mata air itu?"

Gani terbahak sambil mengangkat belalainya tinggi tinggi. "Hai, Kurei! Nanti kau akan tertinggal jauh. Kita harus bergerak cepat. Kamu tidak akan bisa mengikuti langkah kami."

Kurei melangkah mundur. Dia sudah biasa diremehkan, karena jalannya yang lambat. Namun, kali ini dia sangat sedih, karena dia ingin menjelajah juga seperti ayah ibunya.

Ketua Hari berjalan mendekat. Dia tersenyum pada Kurei. "Kurel, kalau kau tetap mau pergi, ikutlah dengan kelompokku!"

Kurei senang sekali. Tampak Ketua Hari diam sebentar untuk berpikir. "Tapi, harus ada yang menemanimu, karena kau akan sering tertinggal."

Tiba-tiba, Titi si tikus sudah ada di antara mereka. Titi mengoceh dengan penuh semangat. "Izinkan aku ikut Ketua Hari! Aku yang akan menemani sahabatku Kurei!"

Cara Titi menemani Kurei cukup unik. Beberapa saat dia berjalan di samping Kurei. Mereka berjalan bersisian sambil bertukar cerita, Lalu, Titi akan berlari melesat ke depan menyusul rombongan dan meninggalkan tanda berupa gigitan pada batang pohon. Setelah itu, Titi akan kembali berlari menghampiri Kurei.

Kalau mereka sudah mencapai tanda terakhir yang ditinggalkan Titi, maka Titi akan kembali melesat untuk menemukan rombongan di depan dan meninggalkan tanda lagi. Begitu terus, sampai Titi lemas kelelahan. Bekal air

yang mereka bawa pun sudah hampir habis. "Titi, bagaimana kalau kita pulang saja? Kita bisa menemukan jalan pulang dengan mengikuti tanda yang sudah kau buat," kata Kurei cemas.

Titi menggeleng. "Jangan! Kita sudah sampai sejauh ini. Masih ada satu tanda yang aku tinggalkan di depan. Kita bisa menunggu di sana. Semoga ada anggota ."

rombongan yang mencari kita nanti Kurei terharu mendengar jawaban Titi. "Kalau begitu, kau naiklah ke punggungku."

Titi setuju. Dia bisa beristirahat hingga tenaganya pulih, tanpa harus berhenti berjalan. "Kurei, baru kali ini aku melihat punggungmu

dengan jelas. Ternyata bagus juga lukisan di tempurung punggungmu ini," kata Titi sambil mengamati punggung Kurei.

Kurei memanjangkan leher dan menoleh ke kanan. "Benarkah ada lukisan di punggungku?" Titi memiringkan kepalanya untuk melihat dengan

jelas. "Betul! Ini seperti sebuah gambar. Dan kalau aku perhatikan, gambar ini bisa jadi sebuah petal" Titi menggeser duduknya di punggung Kurei supaya bisa melihat lebih jelas.

Jangan bercanda, Titi!" "

Iya Kurei! Aku mengenali simbol-simbol ini!"

" Tanpa menunggu waktu, Titi melompat dari punggung Kurei dengan semangat. Tiba-tiba, dia
merasa tenaganya sudah pulih. "Tunggulah di sini, aku akan memanggil Ketua Hari!" Tak lama, Ketua Hari dan sebagian rombongannya tiba. Dia mengamati punggung Kurei dengan cermat. "Orangtuamu sungguh jenius, Kurei!" Ketua Hari rebah ke tanah, "Naiklah ke punggungku bersama Titi.
Dia yang akan membacakan peta itu untuk kita!" Menurut peta di punggung Kurei, mereka harus menuju ke Barat. Setelah setengah hari perjalanan, mereka mulai mendengar gemuruh suara air terjun. Langkah mereka semakin laju. Dan tak lama, di depan mereka terlihat air terjun dengan danau yang terbentang luas di bawahnya. Semua rombongan pun bersorak girang. "Hidup Kurei!" Kurei sangat bahagia. Akhirnya, penghuni Hutan Willow tidak kekurangan air lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan