Cerpen Anak: Kamar Nomor 18

 


Bobo.id - Apakah teman-teman punya ruangan rahasia di rumah?

Biasanya ruangan rahasia ini berfungsi untuk hal-hal pribadi. Misalnya, sebagai ruang penyimpanan barang berharga atau bisa juga sebagai ruang belajar atau bekerja.

Cerpen anak hari ini akan menceritakan tentang ruangan rahasia yang dimiliki oleh Kakeknya Runi dan Rudi.

Kira-kira untuk apa ruangan rahasia di rumah Datuk, ya? Simak kisahnya di sini!

Kamar Nomor 18

Cerita oleh: Sylvana Hamaring Toemon.

Runi dan Rudi baru saja pindah ke sebuah rumah tua milik Datuk. Datuk adalah kakek dari Bu Dini, ibu Runi dan Rudi. Rumah ini memiliki 17 kamar. Ada 7 kamar di lantai bawah, dan 10 kamar di lantai atas. Angka 17 mencerminkan tanggal kemerdekaan Indonesia. Ya, Datuk adalah seorang yang cinta tanah air.

“Rudi, sini ikut Datuk. Kamu pasti suka kamar yang ini,” kata Datuk sambil memegang tangan Rudi.

“Eh, tapi, aku, kan, sudah punya kamar sendiri,” sanggah Rudi.

“Di rumah ini masing-masing boleh memiliki 2 atau 3 kamar,” kata Datuk.

“O iya, benar! Di rumah ini, kan, ada 17 kamar,” sahut Rudi sambil tertawa.


Datuk berjalan tertatih-tatih menuju tangga. Biasanya Datuk berjalan dibantu dengan tongkat. Datuk sudah tidak muda lagi. Kali ini, Rudi yang menjadi tongkatnya. Rudi menuntun Datuk ke arah yang Datuk tunjukkan. Mereka menuju ke sebuah kamar di lantai 2.

Semua kamar di rumah Datuk dilengkapi dengan tempat tidur, kasur, meja, dan lemari. Demikian pula dengan kamar yang didatangi Datuk dan Rudi ini. Bedanya kamar ini memiliki lemari yang besar sekali.

“Wah, besar sekali lemarinya. Bisa untuk main petak umpet,” kata Rudi dalam hati.

“Duh, Datuk capek. Kita duduk sebentar, ya. Setelah itu, baru kita masuk dalam lemari,” ucap Datuk.

“Aku tadi berpikir lemari ini besar sekali sampai bisa untuk main petak umpet. Datuk mau main petak umpet, ya? Ha ha ha,” tanggap Rudi sambil tertawa.

Rudi masih tertawa terbahak-bahak ketika Datuk menuju lemari. Datuk berhenti sebentar untuk merogoh kunci di kantongnya. Sebuah anak kunci antik berukuran besar digunakan untuk membuka lemari besar itu. Rudi menghentikan tawanya ketika Datuk membuka kedua pintu lemari itu. Di dalam lemari itu tidak ada raknya. Yang ada adalah tangga menuju ke atas.

“Wow!” pekik Rudi kagum.

“Tidak semua orang mengetahui tangga ini. Datuk hanya berbagi rahasia pada orang yang dipercaya,” bisik Datuk penuh rahasia.

Datuk menekan saklar lampu yang ada di dalam lemari. Setelah itu Datuk menaiki tangga itu sambil berpegangan pada pegangan tangga. Sepertinya tangga ini memang dibuat khusus untuk orang tua seperti Datuk. Pegangan tangga ada di kedua sisinya.

“Nah, kita sudah sampai,” seru Datuk dengan riang.

Sesampai di lantai atas, Rudi kembali menjadi tongkat bagi Datuk. Datuk menunjuk ke sebuah meja di dekat jendela. Meja tulis itu bentuknya bundar, warnanya kehitaman. Setelah didekati, Rudi baru menyadari kalau meja itu berasal dari batang pohon. Di atas meja itu ada sebuah buku, setumpuk kertas, dan sebuah gelas yang dipenuhi pensil. Ada pemberat kertas berbentuk rumah di atasnya.


“Datuk suka ke tempat ini untuk menulis. Datuk mengajakmu karena kamu juga suka menulis,” ujar Datuk sambil duduk di sebuah kursi hitam.

“Hmmm… Aku memang suka menulis. Atau lebih tepatnya mengetik di laptop. Aku sudah tidak pernah lagi menulis dengan pensil. Apalagi pensil HB seperti ini. Terlalu tipis,” kata Rudi sambil mengangkat sebuah pensil.

“Datuk dulu belajar menulis dengan menggunakan pensil HB. Sejak saat itu Datuk suka menulis dengan pensil HB,” sahut Datuk.

“Mengapa Datuk menulis di tempat ini? Bukankah Datuk bisa menulis di kamar lainnya? Atau di perpustakaan? Atau di kamar tidur?” tanya Rudi.

“Perpustakaan tempat Datuk membaca. Kamar tidur? Uh, Datuk selalu mengantuk kalau masuk ke kamar itu. Inilah tempat yang paling tepat untuk menulis. Datuk akan menuliskan kisah hidup Datuk. Apakah kamu mau mengetiknya?” tanya Datuk.

“Siap, Datuk!” tanggap Rudi.

“Rudi, bukakan dulu jendela itu. Setelah itu Datuk akan menceritakan sesuatu tentang tempat ini padamu,” kata Datuk.

Rudi segera menuju jendela yang dimaksud Datuk. Jendela itu berbentuk segitiga. Bentuknya mengikuti bentuk atap rumah. Rudi dapat membukanya dengan mudah. Sepertinya engsel jendela ini baru saja diminyaki. Angin berhembus sepoi-sepoi dari jendela itu.

“Tanah tempat rumah ini berdiri dulunya adalah sebuah bukit. Datuk membelinya ketika masih muda. Datuk membangun sebuah rumah kecil di puncak bukit itu dengan angin sepoi-sepi seperti ini. Saat itu, Datuk belum mampu membeli banyak perabotan. Datuk hanya memiliki sebuah meja yang Datuk buat dari batang pohon. Setelah Datuk berhasil mengumpulkan cukup uang, Datuk membangun rumah yang besar. Bahkan sangat besar. Datuk ingin menolong saudara-saudara yang belum memiliki tempat tinggal. Mereka boleh tinggal di rumah Datuk. Inilah rumah itu,” kata Datuk.

Penjelasan panjang lebar itu membuat Datuk terbatuk-batuk.

“Datuk, aku ambilkan air minum dulu, ya,” pamit Rudi sambil berlari ke bawah.

























sumber :bobo.grid.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan