Cerpen : Dunia Kedap Suara
"Andiii.... Jangan lupa bereskan mainanmu, ya!" terdengar suara teriakan Ibu.
Andi agak kesal mendengarnya. la merasa Ibu sering memarahi dan menyuruhnya. Saat ia sedang asyik bermain game, Raras, adik balitanya, juga sering mengganggunya. Raras akan mengoceh tanpa henti dengan bahasa yang Andi tidak mengerti. Belum lagi kalau Ibu tak ada di rumah. Raras sering menangis. Andi merasa dunianya terlalu berisik. Pada suatu hari, Ibu mengajak Andi ke pasar. Andi yang sedang membaca komik, langsung menggelengkan kepala.
"Malas, Bu Andi mau tamatkan komik ini dulu!" jawab Andi.
"Ayo, temani Ibu ke pasar sebentar saja! Bantu Ibu angkat belanjaan! Anak lelaki harus rajin!" perintah Ibu.
Andi terpaksa mengikuti ibunya ke pasar. Saat melewati taman di dekat rumahnya, Andi melihat beberapa anak dan guru yang sedang piknik. Mereka bercakap dengan gembira. Namun anehnya, mulut mereka tak banyak bergerak. Mereka malah bergantian menggerak-gerakkan
tangan seperti memberi kode rahasia. "Bu, anak-anak itu sedang apa? Kenapa tangan mereka bergerak- gerak aneh?"
Ibu melihat ke arah anak-anak yang ditunjuk Andi. Ibu tersenyum dan menjelaskan, "Oh, itu pelajar dari sekolah luar biasa. Mereka tidak bisa mendengar, dan mungkin juga tidak bisa bicara. Itu sebabnya mereka bercakap dengan bahasa isyarat khusus. Biasanya mereka disebut teman Tuli. "Mereka hebat, ya" Andi mengangguk-angguk setuju.
Setelah pulang dari pasar, Andi ingin melanjutkan membaca komik. Namun saat itu, tetangga di sebelah rumahnya memutar musik keras- keras. Andi merasa terganggu. "Ah, andai saja dunia ini kedap suara. Anak-anak tadi sepertinya beruntung, tidak perlu merasa kebisingan seperti aku!" guman Andi.
Andi memang tinggal di perkampungan kecil yang selalu berisik. Tetangga di samping rumahnya setiap sore pasti memasang musik dangdut kencang- kencang.
"Kalau dunia kedap suara,semuanya pasti jadi terasa tenang"... gumam Andi lagi. Suatu hari, saat musim hujan tiba, Andi berlari menerobos hujan deras. Sepulang sekolah, Andi ingin cepat sampai di rumah. Makanya ia nekat hujan-hujanan.
"Kenapa hujan-hujanan, sih? Kan, kamu bisa tunggu di sekolah, sampai hujan reda," omel Ibu melihat Andi yang basah kuyup. Ibu memberikan sehelai handuk bersih pada Andi.
"Malas nunggu lama-lama, Bu," jawab Andi.
"Ya sudah! Cepat mandi dan keramas yang bersih!" perintah Ibu.
Andi terpaksa pergi ke kamarnya. Andi buru-buru berganti baju, tetapi malas untuk mandi dan mengeringkan rambutnya. Itu karena Andi ingin buru-buru main game lagi.
Akan tetapi, malamnya, Andi merasa badannya demam. Hidungnya berair. Keesokan paginya, hidung Andi malah tersumbat. Andi susah bernapas. Rasanya ada yang menyumpal hidung Andi. Akhirnya, Andi menutup satu hidungnya dan mengembuskan napasnya keras-keras.
Hiih!
Nguiing Mendadak, telinga Andi terasa sakit. Andi menekan telinganya. Aneh, kini ia tidak mendengar bunyi sama sekali. Suasana terasa sangat sepi.
Tidak ada bunyi musik, tidak ada suara Raras yang berceloteh, bahkan suara ibu juga tidak terdengar. Apa ibu sedang pergi bersama Raras?
Andi berjalan mencari Ibu di dapur. Ternyata Ibu sedang memotong sayuran Ibu menengok ke arah Andi Mulutnya bergerak-gerak Andi memicingkan mata. Kok, suara Ibu tidak terdengar?
"Ibu ngomong apa? Andi, kok, tidak bisa dengar apa-apa?"tanya Andi heran.
Seketika wajah Ibu berubah cemas. Buru-buru Ibu melepaskan pisau dapur dan mendekati Andi Mulut Ibu bergerak-gerak, tetapi Andi tidak mengerti apa yang ibu katakan.
Mula-mula Andi ikut cemas, Namun, ia lalu merasa gembira. Ibu yang selama ini sering mengomel, kini tak terdengar suaranya. Ibu malah tampak sangat perhatian pada Andi.
Ibu lalu membawa Andi ke dokter. Dokter memberi Andi beberapa obat yang harus diminum di jam yang sama. Kata dokter, sinus Andi terganggu karena pilek.
Hari kedua, Andi semakin gembira, karena ia bisa libur sekolah. Andi bermain game dengan nyaman tanpa ada suara gangguan. Tidak perlu juga membuat tugas sekolah.
Hari ketiga, Andi mulai gelisah karena dunia terlalu sunyi. Bahkan Andi tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Bicara dengan Ibu pun menggunakan tulisan. Hari keempat, Andi jadi murung. la mulai merindukan suara. Andi bahkan rela bila harus rajin sekolah, daripada tidak bisa mendengar. Andi kini malah rindu mendengar suara omelan Ibu.
Hari kelima, Andi menangis sedih. Sudah lima hari dunianya menjadi terlalu sunyi. Andi menyesal dulu pernah berharap dunianya menjadi kedap suara. Kini Andi lebih memilih mendengar omelan Ibu daripada tidak bisa mendengar apa-apa.
Hari keenam, ketika Andi bangun tidur, tiba-tiba ia mendengar bunyi "PLOP"
Seketika terdengar lagi bunyi musik dangdut dari luar jendela kamarnya. Andi langsung membelalakkan mata, la mendengar bunyi pintu terbuka dan langkah kaki Ibu yang masuk ke kamarnya. Andi langsung melompat dari kasurnya dan memeluk Ibu.
"Ibu, aku bisa mendengar lagi! Aku bisa mendengar lagi! teriak Andi gembira. "Aduh, syukurlah Ibu lega.... seru Ibu gembira dan balas memeluk Andi.
"lya, Bu, Tadi aku dengar bunyi plop! Terus, bisa mendengar semuanya," ujar Andi.
"Wah, obat dari dokter manjur juga, ya!" Ibu mengacak rambut Andi.
Sejak itu, Andi merasa setiap suara dan bunyi yang ia dengar sangatlah indah. Bahkan suara ribut sekali pun. Pengalaman tidak bisa mendengar membuat Andi lebih menghargai indra pendengarannya dan bersimpati pada teman-teman Tuli.
sumber : majalah bobo
Komentar
Posting Komentar