Dongeng Anak: Kisah Une dan Hembo

Bobo.id - Apa jadinya jika ada dua kerajaan yang diadu domba? Tentunya akan terjadi keributan yang bisa merugikan keduanya.

Dongeng anak hari ini akan menceritakan tentang persahabatan antara Une dan Hembo. Berkat persahabatan mereka berdua, kedua kerajaan tidak jadi berperang.

Kok bisa? Cari tahu kisahnya di sini, ya!

----

Kisah Une dan Hembo

Cerita olleh: Vanda Parengkuan

Putri Masadada suka sekali  mengumpulkan kerang laut. Ia sering menyelinap keluar istana untuk mencari kerang di pantai. Biasanya Puteri memakai pakaian sederhana. Sehingga tak ada yang menyangka kalau ia seorang putri raja.

Akhir-akhir ini, Putri Masadada makin sering ke pantai. Rupanya, kini ia punya seorang teman. Seorang anak laki-laki yang misterius. Pakaian anak itu terbuat dari anyaman kerang kecil. Ia merahasiakan nama aslinya dan tempat tinggalnya. Namun, ia sangat ramah. Puteri sangat senang bermain dengannya.

“Panggil saja aku Une!” kata anak itu ketika berkenalan dengan Puteri.

“Kalau begitu, panggil saja aku Hembo!” jawab Putri Masadada.

Putri pun merahasiakan nama aslinya. Sejak saat itu, Une dan Putri bersahabat akrab.

Suatu hari, tak sengaja Putri mendengar pembicaraan ayahandanya dengan Opo Maitung. Opo Maitung adalah penasihat kerajaan. Rupanya, mulai besok, Putri Masadada akan dipingit. Ia akan mulai dididik menjadi ratu. Untuk menggantikan ayahandanya kelak. Putri sangat sedih. Ia tak akan bertemu Une lagi.

Putri segera mengambil sebuah buntalan di kamarnya. Ia lalu menyelinap keluar istana. Dengan tergesa-gesa, Putri mencari Une di pantai.

“Mulai besok, aku tak bisa bertemu denganmu lagi. Aku akan pindah rumah. Ini... ini koleksi kerangku yang terbagus. Kuberikan padamu untuk kenang-kenangan. Tanda persahabatan kita!” ujar Putri Masadada.

Ia membuka buntalan yang dibawanya. Tampak sebuah kerang laut berbentuk mahkota. Indah sekali. Une terkagum-kagum melihatnya.

“Tapi... kalau ini yang terbagus, mengapa diberikan padaku?” tanya Une.

“Ah, pertanyaanmu aneh! Kalau ingin memberi, tentu saja harus yang terbaik. Apalagi kau teman baikku!” jawab Putri.

Une terharu mendengarnya. Ia sangat senang mendapat teman yang setulus Hembo, alias Putri. Namun, ia juga sedih karena harus berpisah dengannya. Une termenung sejenak. Ia lalu mengambil sepasang kerang hijau dari kantongnya.

“TAK TAK TAK...” Une menepuk kerangnya.

Putri heran melihatnya. Belum hilang herannya, tiba-tiba...

“Whuss...” muncullah seekor camar dan kijang bertanduk ukir.

“Ini Marla si camar laut. Dan, Randu, kijang bertanduk ukir. Keduanya hewan ajaib peliharaanku. Kau adalah sahabat karibku. Jadi, kuberikan Marla dan Randu untukmu sebagai kenangan. Tanda persahabatan kita!” Une menyerahkan sepasang kerang hijaunya.

“Kalau kau mengalami kesulitan,  tepukkan dua kerang hijau itu, Marla dan Randu pasti akan muncul membantumu,” ucap Une.

Giliran Putri Masadada yang kini terharu. Mereka berdua lalu berjanji untuk menjadi sahabat seumur hidup. Hari-hari pun berlalu.

Tanpa terasa, sepuluh tahun lewat sudah. Putri Masadada beranjak dewasa. Walau demikian, ia tak pernah melupakan Une dan tetap menyimpan sepasang kerang pemberiannya.

Suatu hari, ayahanda Puteri Masadada mendapat kabar buruk. Menurut Opo Maitung, Raja Gorolang, si penguasa laut, marah besar. Ia bermaksud membunuh ayahanda Putri Masadada dan memusnahkan seluruh penduduk kerajaan itu. Raja Gorolang terkenal sangat perkasa. Ia punya sepasukan naga laut. Ayahanda Puteri sangat bingung dan risau. Ia tak tahu apa kesalahannya. 

“Sebaiknya, Baginda Raja bersembunyi di pulau lain. Biarlah rakyat memilih raja baru di kerajaan ini. Mudah-mudahan kemarahan Raja Gorolang bisa surut. Rakyat pun dapat diselamatkan!” nasihat Opo Maitung.

Putri Masadada sedih melihat kesedihan ayahandanya. Ia tak menyangka Opo Maitung tega memberi nasihat seperti itu. Tiba-tiba, ia teringat pada hadiah pemberian Une.

“Une satu-satunya sahabatku. Ia pasti mau menolongku!” pikir Puteri. Ia segera mengambil sepasang kerangnya. Lalu, memukulnya.

TAK TAK TAK! WHUSS!!!

Marla dan Randu muncul di hadapannya. Mereka tidak berubah.Tetap seperti sepuluh tahun lalu.

“Randu, bawalah aku ke pantai! Aku ingin bertemu Une!” perintah Puteri. Ia duduk di punggung Randu, berpegangan ditanduknya.

“SYUUUTll” Randu terbang membawa Putri ke pantai. Marla mengikuti dari belakang.

Setiba di pantai, Marla langsung berputar-putar di atas laut. Ia berteriak-teriak memekakkan telinga. Lalu, terbang kembali ke sisi Putri. Puteri Masadada heran melihat tingkah Marla.

Belum sempat ia bertanya,  “PYAARR!” permukaan air laut seakan terbelah. Seekor naga raksasa tiba-tiba muncul. Sisik-sisiknya berkilat ditimpa cahaya matahari. Tampak seorang pemuda berdiri gagah di punggung naga itu. Ia memakai mahkota dari kerang laut.

“Hah? Apakah itu Dewa Laut?” Puteri Masadada memandang kaget dari tepi pantai. Randu dan Marla ikut tertegun.

“Marla, Randu! Ini aku, Pangeran Simbau, Putera Raja Gorolang. Kalian sudah lupa?” tanya pemuda itu. Dengan lincah, ia meloncat turun dari punggung naga.

“Dan, kau... kau Hembo?” tanyanya pada Puteri Masadada.

“Kau... kau... Une? Mahkota itu...”

“Iya! Ini mahkota kerang pemberianmu dulu. Aku selalu memakainya!” ujar Une yang ternyata Pangeran Simbau, putera tunggal Raja Gorolang, penguasa laut.

Putri Masadada lalu menceritakan kesulitannya. Tentang kemarahan Raja Gorolang yang tanpa sebab dan tentang nasihat Opo Maitung.

“Hmm, aku mengerti sekarang! Ternyata ayahmu dan ayahku diadu domba oleh Opo Maitung. Rupanya ia ingin merebut tahta ayahmu. Untung kita bersahabat. Jadi, rencana jahatnya berantakan!” ujar Pangeran Simbau.

Kedua sahabat itu lalu berpisah. Pangeran Simbau pulang menemui ayahandanya. Amarah Raja Gorolang reda ketika mendengar penjelasan puteranya.

Putri Masadada juga menemui ayahandanya.

“Raja Gorolang marah karena mengira Ayah akan menyerang kerajaannya. Opo Maitung yang mengirim kabar bohong itu padanya,” cerita Putri Masadada.

Ayahanda puteri sangat marah. Opo Maitung langsung dimasukkan ke penjara.

Persahabatan Puteri Masadada dan Pangeran Simbau tetap berlangsung. Mereka tetap saling menyapa dengan sebutan “Une” dan “Hembo”.

Sampai sekarang, penduduk Pulau Sangir masih menggunakan sebutan itu. Sebutan “Une” dipakai untuk memanggil anak laki-laki sulung. Sebutan “Hembo” untuk memanggil anak bungsu.

#MendongenguntukCerdas











sumber : bobo.grid.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan