Dongeng : Hui Ku yang rajin

Pada zaman dahulu, tinggallah seorang ibu dan anak gadisnya di tepi sebuah hutan. Nama gadis itu Hui Ku. Mereka tinggal dalam sebuah rumah yang sangat sederhana. Namun, rumah mereka tampak bersih dan terawat berkat Hul Ku yang rajin membersihkannya setiap hari. Hui Ku memang seorang gadis yang rajin dan berbakti pada ibunya. Setiap hari la yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. la juga mencari kayu bakar untuk dijual.

Pada suatu hari setelah lelah mencari kayu bakar, Hui Ku bergegas pulang. Namun di tengah jalan, hujan deras turun. Hui Ku segera berlari ke hutan lagi. la bermaksud berteduh di daun-daun besar yang banyak tumbuh di hutan.

Hui Ku terus berlari memasuki hutan itu dengan memikul kayu- bakarnya. Tiba-tiba ia melihat sebuah rumah yang bentuknya aneh. Hui Ku segera berhenti di depan rumah itu untuk berteduh. Perlahan- lahan didorongnya pintu itu sambil berseru, "Bolehkah saya berteduh di sini? Saya kehujanan dan lapar. Hari sudah semakin gelap di luar....

Namun, tak ada seorang pun yang menjawabnya. Dengan hati-hati, Hui Ku memasuki rumah yang ternyata kotor sekali. Hui Ku terus masuk sampai ke dapur. Hui Ku semakin lapar, tapi ia tak berani mengambil makanan yang bukan miliknya.

Melihat rumah yang kotor itu, Huj Ku yang biasa bekerja, segera mencari sapu la pun mulai membersihkan rumah itu. Diaturnya juga perabot yang ada rumah itu, la juga mencuci piring dan gelas kotor.

Tiba-tiba keluarlah seorang kakek berjenggot panjang dari dalam kamar. Hui Ku terkejut dan meminta maaf karena telah lancang masuk. Untunglah kakek itu tidak marah, la malah senang rumahnya telah dirapikan.

"Karena kau gadis jujur dan rajin, makanlah makanan di meja makan. Dan kau boleh menginap di sini," kata kakek itu.

"Terima kasih, Kek. Saya memang sangat kelaparan, kata Hui Ku jujur. 
Hui Ku pun makan dengan lahapnya. Setelah kenyang, Hui Ku pun kedinginan karena bajunya basah. Kakek berjanggut putih itu memanggil Hui Ku untuk duduk di dekat perapian agar bajunya kering. Hui Ku pun tertidur di dekat ั€erapian. 

Kakek menyelimuti Hui Ku. 

Esok pagi Hui Ku terbangun dan kaget melihat ia berselimut. Hui Ku ingin berterima kasih pada sang kakek. Ia segera merapikankan selimut itu dan mencarinya. 
" Kek, Kakek di mana?" seru Hui Ku. 

Ternyata Kakek ada di luar rumah. 

"Kakek, terima kasih sekali atas semua kebaikan Kakek padaku. Sekarang saya mohon izin pulang, karena Ibu pasti khawatir sekali saat ini," kata Hui Ku meminta izin. 

"Engkau sungguh rajin dan pandai membersihkan rumah. Sungguh berat melepaskan engkau pergi, tapi Ibumu juga cemas menunggumu" keluh sang Kakek.

Kakek, sebelum saya pergi, bolehkah saya menggunting jenggot Kakek yang panjang itu agar rapi?" pinta Hui Ku. "Kakek tentu lebih mudah bergerak kalau jenggot Kakek tidak terlalu panjang. 

"Haha... baiklah... baiklah", sahut Kakek begenggat putih sambil tertawa. 

Hui Ku meminta gunting dan la pun menggunting jenggot Kakek sesuai permintaan kakek itu. "Jangan terlalu pendek, nanti hilang kesaktiannya!"

Selesai digunting, sang Kakek segera membungkus jenggot itu dengan sepotong kain dan memberikannya pada Hui Ku. 

Jangan dibuang! Aku tak bisa memberimu apa-apa. Jenggot ini sajalah untukmu. 

Apa gunanya jenggot ini?" pikir Hui Ku keheranan. Kakek berjenggot putih itu seakan dapat membaca Jalan pikirannya.

"Jangan engkau memandang rendah. Jenggot ini kelak akan berguna bagimu. Simpanlah baik-baik" tegurnya.

Hui Ku sekali lagi mengucapkan terima kasih dan segera berlari pulang. Keranjang pikulannya yang berisi kayu bakar tak lupa la bawa. 

Ibu Hui Ku menyambutnya dengan lega dan gembira.

Hui Ku segera menceritakan apa yang terjadi kepada Ibunya. Tidak lupa mengenai pemberian jenggot itu. 

"Ini dia" kata Hui Ku sambil memberikan bungkusan itu pada bunya.

Ibu Hui Ku membuka bungkusan itu dan berseru, "Waaah, ini bukan jenggot, tapi gumpalan benang sutra!"

Hui Ku terbelalak kaget la melihat, jenggot kakek itu telah berubah menjadi gumpalan gumpalan benang sutra.

Hui Ku dan ibunya segera mencoba menenunnya menjadi kain. Bukan main bagus hasilnyal Yang lebih membuat mereka tercengang ialah gumpalan-gumpalan benang itu seakan-akan tak ada habisnya. Sejak saat itu, Hul Ku dan ibunya tak perlu bekerja keras lagi untuk melanjutkan hidup. 

Kini, kehidupan mereka telah berubah, Mereka menjadi pedagang kain sutra yang kaya raya. Namun, mereka tetap rendah hati dan rajin menolong orang yang kesusahan di desa mereka.




















sumber : majalah bobo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan