Cerpen: Anak Kecil dan Penjual Tahu

Ini adalah sebuah cerita pendek anak kecil dan seorang penjual tahu. Cerita ini berasal dari sebuah perkampungan kumuh di Jakarta saat seorang anak kecil berhati mulia bertemu dengan penjual tahu yang tua dan renta.

 

“Bu, Amir berangkat ke sekolah dulu ya!” pamit seorang anak laki-laki berumur 10 tahun yang sudah mengenakan seragam SD yang terlihat usang. Bu Bagio, Ibunda Amir, menjawab, ”Iya, Mir. Hati-hati di jalan. Ini uang sakumu, Nak.” Amir menerima uang saku sebesar seribu rupiah dari ibunya. Di zaman yang serba mahal ini, uang seribu rupiah bisa digunakan untuk membeli apa? Es teh di warteg saja harganya sudah tiga ribu.
 
Namun, Amir adalah anak yang baik dan sangat pengertian. Ia tetap menerima uang itu. Dengan uang seribu rupiah, Amir bisa membeli krupuk atau sebuah gorengan di kantin. Kadang-kadang si pemilik kantin kasihan melihat Amir dan memberinya gorengan atau kacang sebagai bonus.
 
Walaupun hidupnya susah, Amir selalu terlihat riang dan ceria. Seperti pagi itu, ia berangkat ke sekolah dengan langkah yang riang. Ia selalu menyapa para tetangga dengan santun. Sekitar 100 meter dari sekolahnya, ia melihat seorang bapak tua yang menuntun sepedanya. Sepeda bapak itu berisi wadah yang berisi tahu. Nampaknya, ban sepeda bapak itu kempis. “Pak, ada yang bisa kubantu?” tanya Amir ketika menghampiri bapak itu. “Ini, Nak. Ban saya kempis. Jualan saya belum laku, saya tidak punya uang untuk mengisi angin di tempat tambal ban,” jawab si bapak.
 
Amir langsung menawarkan bantuannya untuk menuntun sepeda itu ke tukang tambal ban di dekat sekolahnya. Kebetulan pemilik tambal ban itu sudah kenal dengan Amir. Ia bahkan mau mengisi angin ban sepeda penjual tahu itu secara cuma-cuma.
 
Penjual tahu yang bernama Pak Imron itu mengucapkan terima kasih berkali-kali. Amir senang Pak Imron bisa kembali menggunakan sepeda itu untuk berdagang.
 
Keesokan harinya, Pak Imron sengaja menunggu Amir di depan gerbang sekolah. Ketika Amir datang, Pak Imron memberikan beberapa buku cerita pendek anak yang sudah usang. “Hanya ini yang bisa saya berikan, Nak. Ini punya cucu saya. Ia meninggal karena sakit berapa tahun yang lalu,” Pak Imron menjelaskan. Amir menerima buku itu dan mengucapkan terima kasih. Amir memang gemar membaca, tapi ia tidak suka membaca cerita pendek untuk anak-anak. Ia lebih suka membaca buku tentang pengetahuan alam atau teknologi.
 
Dua hari setelah Amir menerima buku cerita dari Pak Imron, gurunya mengumumkan bahwa esok semua murid harus membawa sebuah buku cerita pendek khusus anak-anak. Teman-teman Amir tidak mempermasalahkan tugas itu. Bagi mereka yang tidak punya, mereka dapat meminta orang tuanya untuk membelikan buku cerita tersebut. Di saat Amir kebingungan, tiba-tiba ia teringat dengan buku cerita yang diberikan oleh Pak Imron.
 
Sesampainya di rumah, ia menemukan buku cerita dari Pak Imron itu di bawah tempat tidurnya. Amir langsung menceritakan kejadian ini pada ibunya. Mulai dari pertemuannya dengan Pak Imron, hadiah kecil dari penjual tahu yang tua itu, sampai tugas dari gurunya.
 
Bu Bagio pun menjawab, “Tidak ada yang serba kebetulan, Mir. Semua sudah diatur oleh Allah, Nak. Barang siapa yang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula. Buku yang tampaknya tidak berharga bagimu, kini menjadi sangat berharga untukmu, bukan?”
 
Dari cerita pendek anak kecil dan penjual tahu ini kita belajar mengenai dua hal. Pertama, benih kebaikan yang kita tanam, tentu akan menumbuhkan buah-buah yang baik pula. Kedua, tidak ada hal yang kebetulan di dunia ini karena semua sudah direncanakan oleh Yang Maha Kuasa. Buku yang tadinya nampak tidak berharga bagi Amir akhirnya menjadi hal yang sangat penting bagi anak itu.













sumber : www.google.comπŸ”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan