Dongeng : Burung Merak

Dahulu kala, burung biasa. Bulu – bulu di tubuhnya berwarna abu – abu dan biasa saja. Sama sekali tidak indah. Namun, Merak punya satu kelebihan. Ia bisa terbang melayang dengan sangat lincah di udara. Pada suatu hari, Merak diundang ke pesta ulang tahun Nuri Pelangi. Di Pesta itu tampak aneka burung hadir. Hampir semuanya memiliki bulu yang indah. “ Parkit, Cendrawasih, Betet... Bulu – bulu mereka aneka warna. Kenapa hanya buluku yang berwarna abu – abu kusam begini .... “ keluh Merak. 
Pada suatu hari, Merak tak tahan lagi melihat warna bulunya. Ia pun terbang ke bukit yang tinggi, mengunjungi istana Dewi Juno, dewi pelindung. Semua hewan di hutan biasanya datang pada Dewi Juno jika ada masalah. Dewi Juno selalu memberikan nasihat yang baik untuk mereka. “ ada masalah apa, Merak ? Mengapa wajahmu murung? “ tanya Dewi Juno pada Merak. “ Dewi yang baik hati, hamba sangat sedih dengan bulu – bulu tubuh hamba. Warnanya abu – abu kusam. Terlihat sangat jelek saat berkumpul dengan burung – burung lain yang berbulu indah,” kata Merak sedih. “ Jadi, apa yang kau inginkan?” tanya Dewi Juno.
“ Hamba juga ingin memiliki bulu – bulu yang indah. Beraneka warna bagai permata. Hamba ingin menjadi burung yang paling indah di dunia ini” kata Merak. Dewi Juno menganguk – angguk. Ia lalu berkata “ setiap hewan sudah diberikan kelebihan masing – masing. Walau bulumu tidak warna – warni, tetapi kau pasti punya kelebihan lain. Bersyukurlah dengan kelebihan mu itu,” bujuk Dewi Juno. 
Namun, Merak tetap menggelengkan kepalanya. “ yang hamba inginkan, hanyalah bulu – bulu yang indah. Yang lain tidak penting. Tolong kabulkan permintaan hamba ini, Dewi, “ kata Merak. “ apa kau tidak menyesal, kalau kelebihanmu yang lain diambil?” tanya Dewi Juno lagi. Merak menggelengkan kepala yakin. “ Hamba sama sekali tidak akan menyesal, Dewi. Hamba yakin. Cuma itulah yang akan membuat hamba bahagia, “ kata Merak lagi. 
Dewi Juno mengganguk lagi. Ia lalu menyuruh Merak pulang dan berjanji akan mengabulkan permintaannya. Merak pun pulang dengan hati yang sangat gembira. Ia pergi ke tepi danau untuk melihat apakah bulu – bulunya masih abu – abu. Berkali – kali Merak bercermin di permukaan danau. Sampai akhirnya, Merak pun tertidur di tepi danau. 
Tanpa terasa, pagi pun tiba. Matahari muncul dan membuat udara terasa hangat. Merak terbangun karena silau terkena sinar matahari. Seketika ia teringat akan janji Dewi Juno. Merak buru – buru kembali bercermin di permukaan air danau. Betapa terkejut dan gembiranya Merak saat melihat bayangan dirinya di permukaan air danau. “ astaga ! apa betuk itu aku ? aku telah berubah menjadi burung yang sangat tampan ! Bulu – buluku berwarna – warni indah bagai permata !” seru Merak girang luar biasa. 
Apalagi saat ia melihat bulu – bulu ekornya yang panjang. Bulu – bulu itu biasa ia buka bagai sebuah kipas besar. Dan tampaklah pola – pola bagai permata berwarna biru dan hijau di ekornya. “ Astaga ... aku kini bisa menjadi raja burung !” seru Merak lagi. Ia lalu latihan berjalan anggun bagai raja. Ia mengangkat kepalanya tinggi – tinggi dan berjalan dengan penuh gaya. Burung – burung lain sanggat berbeda. Mereka merasa cemburu karena Merak kini menjadi burung yang terindah. “ seluruh hewan di hutan ini harus melihat keindahan bulu – buluku ! Aku harus terbang dan memamerkan keindahanku di udara !” pikir Merak.
Ia lalu mengepakkan sayapnya dan mencoba terbang. Namun, Merak terkejut karena tubuhnya tak bisa terangkat. Ia mencoba berlari beberapa langkah untuk ancang – ancang agar bisa terbang. Namun, tetap saja tubuhnya tidak bisa terbang. Merak sangat sedih menyadari ia kini tak bisa terbang. Ia teringat, Dewi Juno sudah bertanya padanya. “ apa kau tidak menyesal kalau kelebihanmu yang lain diambil?” 
Mereka sudah setuju, jika kelebihannya yang lain diambil. Ia hanya ingin memiliki bulu yang indah. Kini Merak sangat menyesal. Apa gunanya memiliki bulu indah, jika tak bisa terbang. Merak menyesal, karena tak pernah bersyukur saat ia bisa terbang dulu. Kini ia tak bisa lagi melihat keindahan alam dari angkasa. 













sumber : majalah bobo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan