Dongeng Anak: Liam yang Beruntung
Bobo.id - Pernahkah teman-teman terbayang jika diberi hadiah satu bongkah emas? Tentu rasanya akan senang sekali.
Hal itulah juga yang dirasakan oleh Liam pada dongeng anak Majalah Bobo pada hari ini. Ia diberi hadiah sebongkah emas oleh tuannya saat hendak pulang bertemu ibunya.
Yuk, cari tahu kelanjutan kisahnya di sini!
Liam yang Beruntung
Cerita oleh: Dok. Majalah Bobo
Liam telah bekerja di rumah Tuan Ang, majikannya, selama tujuh tahun. Pada suatu hari, ia datang menghadap Tuan Ang dan memohon.
"Tuan, sudah tujuh tahun saya bekerja di sini tanpa pulang ke kampung saya satu kalipun. Minggu depan, bolehkah saya pulang untuk menengok ibu saya yang telah tua. Saya ingin menyenangkan hati Ibu dengan upah saya.”
Tuan Ang sangat sayang pada Liam, karena ia sangat rajin. Maka, ia memberikan pada Liam satu bongkah emas sebagai upah.
Liam berterimakasih pada tuannya. Minggu berikutnya, ia membungkus baik-baik hadiah dari tuannya itu. Karena takut dirampok, Liam menyimpan bongkah emas itu di pundaknya. Ia pun berjalan kaki menuju kampungnya.
Di tengah jalan, ia melihat seorang penunggang kuda yang memacu kudanya dengan cepat. "Ah,” seru Liam cukup keras. “Enaknya duduk di pelana kuda yang nyaman. Kamu tidak perlu tersandung batu dan sepatumu pun bersih dari tanah.”
Penunggang kuda itu berhenti dan berteriak, “Hei! Kenapa kamu berjalan dengan pundak miring?”
“Aku terpaksa,” kata Liam. “Ada bawa bungkusan emas untuk kubawa pulang. Kepalaku tidak bisa menahannya di pundakku. Sekarang, bahuku sudah lecet-lecet.”
"Ah, itu soal mudah! Bagaimana kalau bertukar barang? Kuda ini untukmu dan emasmu itu untukku,” kata orang itu.
Liam setuju dan minta diajarkan cara menunggang kuda. Penunggang kuda itu turun dan mengambil bongkah emas Liam. Ia memberikan kekang kudanya pada Liam dan berkata, "Jika kau ingin kuda ini melaju lebih cepat, kau harus berdecak dan berteriak, jup jup!”
Liam sangat senang. Ia menunggangi kudanya dan merasa bagai ksatria yang berani. Setelah beberapa lama, ia ingin kudanya berlari lebih cepat. Maka Liam mencoba berdecak dan berteriak, “Jup jup!”
Seketika kuda itu melaju sangat cepat. Liam yang tidak siap, seketika terlempar dan masuk ke selokan. Kuda itu akan berlari pergi. Untunglah, datang seorang pemuda desa yang menuntun sapinya. Ia melepas sapinya dan berhasil menangkap kuda Liam.
Liam keluar dari selokan dan merasa sangat kesal.
“Hewan ini sangat berbahaya. Aku tidak akan menungganginya lagi. Aku suka pada sapimu. Walau tidak dipegang, dia tetap diam dan tenang. Lagipula, ia bisa menghasilkan susu, mentega dan keju setiap hari. Maukah kau menukar sapimu dengan kudaku?” tanya Liam pada pemuda desa itu.
Pemuda itu setuju dan ia memberikan sapinya pada Liam. Ia lalu pergi dengan kuda Liam. Liam menggiring sapinya dengan tenang. Di tengah jalan ia berpikir lagi,
"Kalau saja aku memiliki sepotong roti, aku tentu bisa makan dengan mentega dan keju sesering yang aku suka. Dan kalau haus, aku tinggal minum susu.”
Di tengah hari, udara semakin panas. Liam berhenti di bawah sebatang pohon rindang. Ia mengikat sapi itu di batang pohon itu. Karena tak ada ember, ia meletakkan topi kulitnya di bawah sapi untuk menadah susu. Namun, setelah beberapa lama ia memerah susu, tak ada setetes susu pun yang menetes.
Sapi itu malah merasa Liam mengganggunya, maka ia menendang Liam sampai terjatuh. Untunglah, tak jauh dari pohon itu, ada seorang pengasah gunting di atas gerobaknya. Ia sedang mengasah sebuah gunting di batu gerinda yang berputar.
Saat melihat Liam jatuh, pengasah gunting itu segera membantu Liam berdiri dan memberikan Liam minuman.
"Sapi tua ini tidak akan memberikan susu. Dia hanya cocok membajak sawah,” kata si pengasah gunting. Ia lalu kembali bekerja mengasah beberapa gunting pesanan warga desa. Sambil mengasah ia bernyanyi,
“Aku mengasah gunting, dengan batu gerinda yang berputar…
Aku jalan berkeliling, dari desa ke desa aku berputar…”
Liam menatap pengasah gunting itu dengan takjub. “Wah, kau kelihatan sangat gembira dengan batu gerindamu itu. Maukah kau menukarnya dengan sapiku ini,” kata Liam.
"Tentu saja mau. Dari mana kau dapatkan sapi itu?” tanya pengasah gunting.
Liam bercerita, ia sebetulnya mendapat upah sebongkah emas. Namun ia tukar dengan kuda. Kuda itu lalu ia tukar dengan sapi yang tadi menendangnya.
“Kalau begitu, kau lebih baik jadi pengasah gunting. Kamu cukup memiliki batu gerinda. Kamu bisa mengasah gunting dan pisau warga desa. Dan kau akan mendapat banyak uang,” ujar pengasah gunting.
Liam lalu memberikan sapinya pada si pengasah gunting. Dan pengasah gunting memberikannya sepasang batu gerinda. Liam sangat gembira dan berjalan pergi dengan membawa kedua batu itu. Setelah ia berjalan cukup jauh, hari mulai senja. Sepasang batu gerinda itu terasa semakin berat. Liam akhirnya tak kuat berjalan lagi. Ia beristirahat di sebuah sumur untuk mengambil air minum.
Ia meletakkan sepasang batu gerindanya di pinggir sumur. Namun ketika akan mengambil air, Liam terpeleset jatuh tengkurap. Tangannya tanpa sengaja mendorong batu gerinda sehingga jatuh ke dalam sumur. Liam melihat dengan mata kepala sendiri, ketika kedua batu gerinda itu jatuh tenggelam ke dasar sumur yang bening dan dalam.
“Ooo… aku memang orang yang paling beruntung di dunia. Aku berhasil selamat. Dan hanya batu gerindaku yang tenggelam ke dalam sumur!” seru Liam ngeri dan penuh syukur.
Malam itu, ia melangkah dengan riang dan lega. Ia berhasil selamat. Ia juga tidak membawa beban berat lagi di perjalanan. Ketika sudah dekat rumah ibunya, ia berlari sambil berteriak riang, “Ibuuu…, aku pulang!”
#MendongenguntukCerdas
sumber : bobo.grid.id
Komentar
Posting Komentar