Cerpen : Kebun Kecil Nenek Minto

Oleh : Muhammad Fauzi

Nenek Minto mempunyai kebun kecil di halaman rumahnya. Kebun itu ditanami aneka rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas. Selain itu, Nenek Minto juga menanam bumbu dapur seperti cabai, daun salam dan jeruk purut. Nenek Minto setiap hari merawat kebun kecilnya.

Sayangnya, Kakek Minto selalu menertawakan kebun kecil Nenek Minto. Bukannya tidak suka dengan kebun kecil istrinya. Namun, Kakek Minto merasa jika halaman rumahnya tidak seindah tetangga lainnya yang penuh dengan bunga bermekaran.

"Lihatlah halaman rumah Bu Ranti! Mata ini akan terasa sejuk jika melihat mawar aneka warna dan baunya yang harum," kata Kakek Minto sambil menyeduh kopi.

"Bau bunga jeruk purut ini juga tidak kalah harumnya dengan mawar itu," jawab Nenek Minto sambil menyapu daun jeruk purut yang jatuh.

Kakek Minto terkekeh. "Bunga jeruk purut itu sangat kecil. Mata tuaku hanya bisa melihat daun-daunnya saja."

"Sudahlah! Kamu selesaikan dulu pesanan patung kayumu itu. Minggu depan Pak Jakob akan mengambil patung-patung itu. Bukankah di Bali hanya patung buatanmu yang paling tersohor karena pahatannya yang rapi," ucap Nenek Minto.

***

Besoknya, ketika sedang memahat patung, Kakek Minto kembali menertawakan istrinya. Saat itu, Nenek Minto sedang menanam lengkuas. Di saat itu, datanglah tetangga mereka, Bu Ranti.

"Selamat pagi, Nenek Minto. Bolehkah saya meminta kunyit dan lengkuas? Saya lupa membelinya," pinta Bu Ranti.

"Oh, tentu saja boleh, kebetulan saya sedang menanam kunyit dan lengkuas. Ambillah!" jawab Nenek Minto sambil mendekatkan besek berisi kunyit dan lengkuas ke arah Bu Ranti.

"Terima kasih, Nenek Minto. Saya pamit pulang dulu, ya," kata Bu Ranti sambil meninggalkan halaman rumah Nenek Minto yang tidak berpagar.

Jelang sore, Kakek Minto merasa pusing dan mual. Mungkin karena ia bekerja terlalu lama demi menyelesaikan patung pesanan Pak Jakob. Nenek Minto yang menyadari suaminya mulai lemas, segera menuntun ke kamarnya.

"Mungkin Bapak kelelahan," kata Nenek Minto.

Nenek Minto bergegas menuju kebun kecilnya. la mengambil jahe merah kemudian dibakar dan digeprek. Setelah air mendidih, Nenek Minto segera menuangkannya di gelas berisi jahe merah.

Kakek Minto masih terbaring lemas di kamarnya. Nenek Minto segera menyerahkan wedang jahe merah untuk suaminya.

"Minumlah selagi hangat. Jahe merah ini bisa mengurangi rasa pusing dan mualmu," kata Nenek Minto.

Setelah menghabiskan segelas wedang jahe merah, Kakek Minto kembali terbaring.

"Aku ingin makan pindang ikan patin. Sepertinya segar sekali makan pindang ikan patin," kata Kakek Minto.

"Ini sudah sore. Tidak ada yang berjualan pindang ikan patin," jawab Nenek Minto.

Tok...tok..tok...

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Nenek Minto segera membukakan pintu. Rupanya Bu Ranti yang datang.

"Ini saya bawakan pindang ikan patin, Nek. Beruntung tadi ada kunyit dan lengkuas dari Nenek. Jadinya saya bisa makan pindang ikan patin ini," kata Bu Ranti.

Nenek Minto menerimanya. "Terima kasih, Bu Ranti. Pasti lezat sekali. Aromanya juga harum dan masih hangat."

Setelah Bu Ranti berpamitan, Nenek Minto segera menyuapi Kakek Minto menggunakan nasi hangat dan pindang ikan patin.

"Di mana kamu membeli pindang ikan patin ini?" tanya Kakek Minto.

"Ini pemberian Bu Ranti," jawab Bu Minto.

"Kebun kecilmu benar-benar berguna. Bukan hanya untukmu. Namun untuk orang-orang di sekitarmu," kata Kakek Minto.

Besoknya, Nenek Minto terkejut saat bangun tidur. la melihat Kakek Minto sedang menyiram kebun kecil miliknya.

"Apa Bapak sudah sehat?" tanya Nenek Minto.

"Jahe hangat dan pindang ikan patin yang membuatku kembali segar. Mulai sekarang aku akan ikut merawat kebun kecilmu," jawab Kakek Minto. Nenek Minto bahagia melihat Kakek Minto dan kebun kecilnya yang berguna.













sumber : majalah bobo edisi L, 9 februari 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan