Cerpen Anak: Pemilik Toko Swalayan #MendongenguntukCerdas

 Bobo.id - Apakah ada di antara teman-teman di rumah yang keluarganya membuka usaha sendiri? Misalnya, membuka toko sembako, toko baju, toko alat tulis, restoran, dan lain-lain.

Kalau iya, pernahkah kamu membeli sesuatu di sana? 

Biasanya walaupun toko tersebut milik keluarga atau kerabat terdekat, kita akan tetap diminta untuk membayar.

Kenapa begitu, ya? Cari tahu jawabannya melalui cerpen anak hari ini, yuk!

Pemilik Toko Swalayan

Cerita oleh: Sylvana Hamaring Toemon.

Sore itu Bu Dini mengajak Runi dan Rudi ke tempat kerjanya. Bu Dini bekerja di sebuah perusahaan jaringan toko swalayan. Walaupun bekerja di kantor, kadang-kadang Bu Dini juga berkunjung ke toko. Hari itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor, Bu Dini mengajak anak-anaknya mengunjungi sebuah toko swalayan besar di pusat perbelanjaan di tengah kota.

“Selamat datang, Bu Dini, Runi, Rudi,” sapa Bu Rika, seorang petugas di toko.

Runi dan Rudi sudah cukup sering ke toko swalayan itu. Tak heran kalau petugas di toko itu mengenal mereka.

“Selamat datang ke toko kami,” sapa Bu Rika lagi. Saat itu ada seorang ibu yang datang.

“Bu Rika, kok, yang itu tidak disapa dengan namanya?” bisik Runi.

“Pengunjung yang itu jarang ke sini jadi Ibu belum kenal. Lagipula siapa yang tidak kenal kalian. Kalian, kan, keluarga yang memiliki toko ini,” jawab Bu Rika ramah.

“Hah? Masa, sih?” tanya Runi tak percaya.

Rudi yang mendengar percakapan itu pun heran karena mereka tidak pernah diberi tahu kalau keluarga mereka adalah pemilik jaringan toko besar itu.

“Kalau toko ini milik kita, mengapa Mama harus membayar belanjaannya? Seharusnya kita bisa ambil sepuasnya tanpa harus bayar,” ujar Runi.

“Ayo kita selidiki,” ajak Rudi.

Kedua anak itu menyelinap ke bagian kantor. Di atas meja, Rudi melihat beberapa dokumen yang di bagian bawahnya bertuliskan nama ibunya yang dilengkapi pula dengan tanda tangan. Sepertinya itu dokumen yang penting. Setelah itu kedua anak kembar itu pergi menuju gudang penyimpanan. Mereka melewati gudang penyimpanan makanan kering kemudian ke tempat makanan berpendingin udara.

“Lihat, itu pasti gudang untuk tempat menyimpan makanan berpendingin. Ayo kita ke sana,” ajak Runi.

Mereka menyelinap masuk. Tak lama kemudian terdengar pintu tertutup. BLAM! Kedua anak itu terkurung di dalam. Rudi mencoba untuk membuka pintunya, sementara Runi menggedor-gedor.

“Apakah ada orang di dalam?” terdengar suara dari luar.

Kedua anak itu berteriak-teriak sambil menggedor-gedor pintu. Tak lama kemudian pintu itu menggeser terbuka.

“Apa yang kalian lakukan di dalam sini?” tanya Pak Dion.

“Kami cuma melihat-lihat, Pak,” jawab Rudi.

“Untung kalian tidak terkurung di tempat makanan beku. Kalian bisa membeku kalau tidak ada yang membukakan. Kenapa kalian malah menggedor-gedor, bukannya membuka pintunya?” tanya Pak Dion

“Tadi aku sudah mencoba membukanya tetapi tidak bisa,” jawab Rudi sambil memegang handel pintu.

“Pantas saja tidak terbuka kalau membukanya seperti itu. Ini pintu geser, cara membukanya begini,” ujar Pak Dion sambil menggeser pintu.

Tap! Tap! Tap! Terdengar langkah terburu-buru diiringi suara Bu Dini yang memanggil kedua anaknya.

“Runi, Rudi, apa yang kalian lakukan di dalam sini? Mama melihat kalian di rekaman CCTV,” ujar Bu Dini cemas.

Runi dan Rudi bergantian menceritakan pengalaman mereka. Mereka juga bercerita tentang keingintahuan mereka karena ada yang mengatakan kalau toko ini adalah milik mereka. Mereka ingin tahu mengapa Bu Dini tidak pernah bercerita dan mengapa mereka tetap harus membayar apa yang mereka beli di toko ini.

“Iya, memang benar toko swalayan ini milik kita. Namun, itu bukan berarti kita boleh mengambil seenaknya saja. Kita tetap harus membelinya, supaya mudah penghitungan untung dan ruginya,” ujar Bu Dini.

“Ooo… begitu,” jawab Runi dan Rudi sambil mengangguk-anggukkan kepala.

“Yuk, pulang,” ajak Bu Dini.

Runi segera menyambut ajakan itu dengan berlari ke pintu keluar. Rudi pun ikut menyusul saudara kembarnya itu. Belum sampai di pintu keluar, kedua anak itu dicegat oleh 2 orang petugas keamanan.

“Keluarkan isi kantong kalian,” tegur salah satunya.

“Buat apa? Kami tidak mencuri,” jawab Runi dengan berani.

Petugas keamanan itu menatap mereka dengan wajah dingin. Kemudian ia mengulangi lagi permintaan untuk mengeluarkan isi kantong. Dengan gentar kedua anak itu menurut. Sementara itu, Runi celingukan mencari Bu Dini hendak mencari pertolongan. Tak lama kemudian Bu Dini tiba.

“Mama, mereka mengira kami mencuri,” seru Runi dengan nada tinggi.

“Setiap orang yang keluar dari toko ini harus dicek. Kalau tidak salah, tidak perlu marah,” ujar Bu Dini.

Tanpa diminta, Bu Dini segera mengeluarkan isi kantongnya dan membuka tas tangannya. Bu Dini juga membentangkan tangannya supaya lebih mudah dicek dengan alat pendeteksi logam. Runi dan Rudi pun mengikuti yang dicontohkan Bu Dini. Setelah mengambil barang belanjaan yang dititipkan, mereka pun pulang dengan hati riang.  

#MendongenguntukCerdas 







sumber : bobo.grid.id







Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan