Dongeng Anak: Putri yang Tidak Bisa Bicara #MendongenguntukCerdas

 

Bobo.id - Apakah teman-teman pernah mendengar tentang dongeng putri hening?

Seorang putri dari sebuah kerajaan diberikan julukan Putri Hening karena tidak pernah mau berbicara satu patah kata pun.

Sampai suatu hari ada seorang pangeran yang dikutuk. Ia baru bisa terbebas dari kutukan jika bisa membuat Putri Hening Berbicara.

Akhirnya dengan segala upaya ia lakukan untuk menemukan Putri Hening agar bisa membuatnya berbicara.

Bagaimana kelanjutan kisah Putri Hening dan Sang Pangeran? Simak dongeng selengkapnya di sini, ya!

Putri yang Tidak Bisa Bicara

Cerita oleh: Arsip dan dokumentasi Majalah Bobo

Raja Nusa mempunyai seorang putra bernama Pangeran Taka. Sang pangeran suka sekali bermain dengan bola emasnya. Suatu hari, ia asyik sendiri bermain dengan bola emasnya di dekat sebuah mata air. Saat itu, datanglah seorang nenek membawa sebuah kendi air. Wanita itu berlutut untuk mengambil air di mata air.

Tiba-tiba timbul niat iseng di hati Pangeran Taka. Ia sengaja melempar bola emasnya sehingga kena ke kendi nenek itu sampai pecah. Nenek itu tidak berkata apa-apa. Tanpa bicara, ia pergi dan kembali lagi membawa sebuah kendi lain. Namun, untuk kedua kalinya Pangeran Taka melempar bolanya dan memecahkan kendi si nenek.

Nenek itu kini menjadi marah. Namun ia tak berani mengucapkan sepatah katapun karena ia takut pada Raja Nusa. Nenek ini lalu meminjam uang pada tetangganya dan membeli kendi ketiga.

Untuk ketiga kalinya, ia datang lagi ke mata air untuk mengambil air. Namun lagi-lagi, Pangeran Taka iseng melempari kendi si nenek dengan bola emasnya. Untuk ketiga kalinya juga kendi itu pecah berkeping-keping.

Kali ini, nenek itu tak dapat menahan amarahnya lagi. Ia mendekati sang pangeran dan berbisik seperti mengutuk.

"Aku hanya akan mengatakan ini padamu, Pangeran Taka! Badanmu akan selalu lemah dan sakit-sakitan kecuali kau berhasil membuat Putri Hening berbicara,” ujarnya, lalu pergi dari tempat itu.

Pangeran Taka tidak mengerti arti perkataan nenek itu. Tahun demi tahun pun berlalu. Ia tumbuh semakin dewasa, namun tubuhnya semakin lemah dan sakit-sakitan. Pangeran Taka tidak selera makan. Tubuhnya kurus dan wajahnya pucat tidak sehat.

Raja Nusa tidak tahu, penyakit apa yang diderita anaknya. Ia memanggil tabib untuk memeriksa Pangeran Taka. Namun tak ada yang bisa menemukan penyebab penyakitnya. Karena penasaran, Raja Nusa bertanya pada putranya, apa penyebab pertama ia menderita penyakit itu.

“Bertahun-tahun lalu, aku tiga kali berturut-turut sengaja memecahkan kendi seorang nenek. Nenek itu marah dan sepertinya mengutuki aku. Itu sebabnya aku sakit begini. Tabib tak akan bisa menyembuhkan aku,” kata Pangeran Taka.

“Ayah, aku rasa, aku bisa sehat kembali kalau berhasil bertemu Putri Hening. Aku harus membuat putri itu berbicara. Izinkanlah aku pergi mencarinya. Supaya aku terbebas dari kutukan ini,” ujar Pangeran Taka lagi.

Raja Nusa sadar, Pangeran Taka bisa meninggal kalau penyakit misteriusnya tidak sembuh. Maka, dengan berat hati, ia mengizinkan Pangeran Taka pergi dengan membawa seorang pelayan setia.

Malam itu juga, Pangeran Taka dan pelayannya memulai perjalanan mencari Putri Hening. Di perjalanan, kadang mereka lupa tidur dan makan. Enam bulan kemudian, penampilan mereka sudah seperti sepasang pengembara kumal. Tidak ada yang mengira kalau mereka adalah pangeran dan pelayannya.

Pada suatu hari, mereka tiba di puncak sebuah gunung. Bebatuan dan tanah di puncak gunung itu, tampak berkilau cemerlang bagai matahari. Pangeran Taka dan pelayannya menjadi takjub. Mereka berjalan mengelilingi puncak gunung itu. Pada saat itu, seorang kakek mendekati mereka.

“Kek, apa nama gunung ini?” tanya Pangeran Taka.

“Ini gunung Putri Hening. Ia dinamakan begitu karena tak mau bicara sepatah katapun. Sang Putri selalu mengenakan kerudung tujuh lapis. Kerudung itu menutupi seluruh kepala, wajah, sampai pinggangnya,” kata kakek itu.

Pangeran Taka dan pelayannya gembira karena berhasil mendapatkan petunjuk tentang Putri Hening.

“Kek, apa kami boleh tahu. Di mana Putri Hening tinggal?” tanya Pangeran Taka lagi.

“Kalian harus berjalan lagi selama enam bulan dan tiba di puncak gunung lain. Di sanalah letak kastil Putri Hening. Tapi di tempat itu, banyak sekali pemuda yang dikurung di penjara bawah tanah, hanya karena gagal membuat Putri Hening mengucapkan sepatah kata,” cerita kakek itu.

Kata-kata kakek itu membuat Pangeran Taka dan pelayannya terkejut. Namun tidak membuat mereka takut. Setelah berterimakasih pada kakek itu, mereka pun melanjutkan perjalanan. Enam bulan kemudian, mereka tiba di puncak gunung lain.

"Aku sangat lelah. Mari kita istirahat di kedai kopi itu. Kita bisa minta penjelasan juga pada orang-orang di sana,” kata Pangeran Taka.

Maka, pangeran dan pelayannya itu lalu masuk ke dalam kedai kopi. Di dalamnya, ternyata ada penduduk desa dan beberapa pemuda yang datang dari negeri-negeri jauh. Pangeran Taka dan pelayannya memberi salam pada penduduk desa itu satu demi satu.

“Apakah kalian tahu, di mana kediaman Putri Hening?” tanya Pangeran Taka pada mereka.

Penduduk desa itu menjelaskan, tempat kediaman Putri Hening sudah dekat. Kira-kira tiga bulan perjalanan lagi. Putri itu mengenakan kerudung tujuh lapis dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Banyak pemuda dikurung di penjara bawah tanah karena tidak berhasil membuat sang putri berkata-kata.

Mendengar cerita ini, para pemuda di kedai itu malah menjadi tidak sabar untuk menguji nasib mereka. Pangeran dan pelayannya pun ikut berangkat  melanjutkan perjalanan.

Setelah tiga bulan berjalan, mereka akhirnya melihat gunung besar lain di kejauhan. Mereka pun mulai mendaki. Di puncak gunung, tampak sebuah kastil yang menjulang tinggi. Pangeran Taka yakin, itulah tempat tinggal Putri Hening. Di luar kastil itu, Pangeran Taka melihat ada beberapa tangga yang menuju ke bawah tanah.

“Aku yakin, di sanalah letak penjara bawah tanah yang mengurung para pemuda yang gagal membuat Putri Hening berbicara. Entahlah, apa aku bisa berhasil...” kata Pangeran Taka pada pelayannya.

Sebelum mencoba masuk ke kastil itu, mereka menyewa sebuah rumah warga desa dan tinggal beberapa hari di tempat itu.

Selama beberapa hari itu, mereka tidak mendengar apapun selain tangisan dan ratapan dari warga desa di puncak gunung itu.

"Oh, kakakku!"

"Oh, anakku!"

Pangeran Taka lalu bertanya pada salah satu warga desa itu. Apa penyebab kesedihan warga-warga desa yang menangis itu.

"Anak muda, sepertinya kau datang ke tempat ini untuk mati. Rupanya kau tidak tahu apa-apa soal Putri Hening. Daerah ini ada di bawah kekuasaan Raja Dompi, ayah dari Putri Hening. Siapa pun yang ingin mencoba membuat sang putri berbicara, harus menghadap raja dulu. Jika raja mengizinkan, ia akan menyuruh pengawal menemanimu menemui sang putri. Jika kau gagal membuat putri berbicara, maka pengawal akan langsung membawamu ke kurungan bawah tanah,” ujar warga desa itu.

Ketika mendengar ini, Pangeran Taka berkata pada pelayannya,

"Rupanya kita telah tiba di akhir perjalanan kita. Sebaiknya kita tinggal beberapa hari lagi di sini. Lalu, kita pikirkan, apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Lihat saja nanti, bagaimana nasib kita.”

Pangeran Taka dan pelayannya akhirnya tinggal di desa itu beberapa hari lagi. Suatu hari, saat berjalan-jalan di pedesaan itu, mereka melihat seorang pemuda membawa burung bulbul di dalam kandang. Pangeran Taka sangat tertarik pada burung itu sehingga ia membelinya.

“Pangeran, kita punya urusan penting di sini. Mengapa Pangeran malah membeli burung?” protes pelayannya.

Namun Pangeran Taka tetap membeli burung bulbul itu dan membawa pulang ke rumah sewaan mereka. Kandang burung itu diletakkan di kamarnya.

Di malam hari, saat sendirian, Pangeran Taka berpikir keras.

“Bagaimana cara membuat Putri Hening berbicara, ya? Kalau aku gagal membuatnya bicara, maka aku akan dikurung,” gumamnya sendirian.

Tiba-tiba, tak disangka, burung bulbul di kandang berbicara,

"Mengapa begitu sedih, pangeranku? Apa yang membuatmu susah?”

Pangeran Taka gemetar takut. Ia tak yakin, apakah burung itu yang berbicara, atau hantu.

Pangeran Taka lalu menenangkan dirinya.

“Jangan takut, Pangeran. Ini aku, si burung bulbul yang bisa bicara,” kata burung itu lagi.

Pangeran Taka akhirnya yakin, kalau burung bulbul itu yang berbicara, dan bukan hantu. Ia menduga, mungkin dewa akan menolongnya melalui burung bulbul itu. Pangeran Taka lalu bercerita pada burung bulbul itu, bahwa ia kena kutuk seorang nenek. Tubuhnya lemah dan sakit-sakitan kecuali ia berhasil membuat Putri Hening bicara.

“Sampai saat ini, aku tidak mendapat ide. Aku tak tahu cara membuat Putri Hening berbicara,” kata Pangeran Taka.

Burung bulbul itu menjawab, “Tidak perlu khawatir, Pangeran. Pergilah sekarang ke kastil dan bawa aku bersamamu. Putri Hening memakai tujuh kerudung yang menutupi wajahnya. Tidak ada yang pernah melihat wajahnya, dan Putri Hening sendiripun tidak pernah melihat siapa pun. Letakkan aku di kandangku di bawah tiang lampu berdiri di sudut kamar.”

Lalu, bulbul itu berkata lagi, “Tanyakanlah kabar sang Putri. Tentu saja Putri tidak akan menjawab. Tapi Pangeran berbicaralah dengan kap lampu berdiri itu. Nanti, aku yang akan menjawabnya.”

Pangeran Taka mengikuti nasihat burung bulbul. Ia langsung menuju ke istana Raja Dompi, ayah dari Putri Hening. Ketika Raja Dompi bertemu Pangeran Taka, ia mencoba mencegah sang pangeran untuk bertemu putrinya.

“Ribuan pemuda telah mencoba membuat putriku bicara. Tapi semua sia-sia. Padahal aku sudah terlanjur berjanji. Siapapun yang bisa membuat putriku bicara, dia akan kuangkat menjadi penggantiku di kerajaan ini. Tetapi kalau gagal, ia harus dihukum kurungan dalam penjara bawah tanah,” kata Raja Dompi agak menyesal dengan janjinya itu.

Pangeran Taka telah bertekad untuk membuat Putri Hening bicara. Ucapan Raja Dompi tidak membuat ia mundur. Maka Raja Dompi lalu memanggil pengawalnya untuk membawa Pangeran Taka ke tempat Putri Hening.

Ketika malam tiba, pengawal Raja Dompi membawa Pangeran Taka ke ruangan milik Putri Hening. Pangeran Taka masuk ke dalam dan pengawal menunggu di luar.

Pangeran Taka meletakkan sangkar burung bulbul di bawah tiang lampu berdiri. Ia lalu melangkah mendekat ke kursi Putri Hening. Sang putri duduk diam dan tertutup kerudung tujuh lapis dari kepala sampai ke pinggangnya.

Pangeran Taka berlutut di depannya dan mulai berbicara. Pangeran Taka menanyakan keadaan sang putri. Ia juga bercerita tentang siapa dirinya dan berbagai hal lainnya. Seperti yang diduga, sang putri tidak menjawab sepatah katapun.

Pangeran Taka lalu berkata,

"Saya sudah bercerita banyak sekali, tapi Putri belum menjawab apapun. Baiklah, tidak apa-apa. Aku akan bicara pada lampu ini saja. Meskipun lampu tidak punya jiwa, mungkin dia lebih punya perasaan,” kata Pangeran Taka.

Sang pangeran lalu melangkah ke sudut ruangan dan menyapa lampu yang berdiri di sana.

"Hai, Lampu, bagaimana kabarmu?"

Tiba-tiba terdengar suara jawaban, “Cukup baik, Pangeran. Sudah bertahun-tahun tidak ada seorangpun yang bicara padaku. Aku sangat senang karena hari ini ada pangeran yang mengajakku bicara. Sebagai balas budi, maukah Pangeran mendengar ceritaku?”

“Apa yang ingin kau ceritakan, Lampu?” tanya Pangeran Taka.

Kembali terdengar jawaban, "Aku akan bercerita tentang seorang raja yang memiliki seorang putri...” kata suara itu. Si burung bulbul yang berada di bawah lampu, lalu mulai bercerita...

Suatu ketika, ada tiga pangeran yang melamar sang putri. Raja lalu berkata, siapa yang mendapatkan pengalaman terbaik, dialah yang bisa menjadi suami sang putri.

Ketiga pangeran itu lalu pergi bersama-sama mencari pengalaman. Enam bulan kemudian, mereka tiba di sebuah mata air. Mereka berpisah di mata air itu dan mengambil jalan sendiri-sendiri. Sebelum berpisah, mereka meletakkan cincin mereka di bawah batu. Mereka berjanji, akan kembali ke tempat itu enam bulan kemudian, dan mengambil cincin masing-masing. Dengan begitu, mereka akan tahu, siapa yang datang lebih dulu, dan siapa yang terakhir.

Pangeran pertama belajar berlari cepat, sehingga perjalanan enam bulan bisa dilakukan dalam satu jam. Pangeran kedua belajar cara melihat dari jarak jauh. Pangeran ketiga belajar membuat obat yang menghidupkan orang mati. Mereka bertiga kembali pada waktu yang sama di mata air itu.

Pangeran kedua menocba melihat ke istana raja yang sangat jauh. Dia terkejut karena ternyata sang putri sedang sakit parah. Sang putri akan meninggal dalam waktu dua jam. Pangeran ketiga berkata bahwa ia akan menyiapkan obat untuk menghidupkan sang putri lagi. Pangeran pertama berkata, dia akan mengantarkan obat itu secepat mungkin ke istana.

Setelah obat itu jadi, pangeran pertama lalu berlari melesat membawa obat itu. Ia lalu memberikan obat itu pada putri yang telah terbaring tak bergerak. Putri itu seketika hidup lagi. Pangeran kedua dan ketiga lalu tiba beberapa waktu kemudian di istana itu. Raja lalu menyuruh ketiga pangeran itu menceritakan pengalaman mereka.

Burung bulbul menghentikan ceritanya, lalu berkata,

“Pangeran Taka, menurutmu, yang mana dari ketiga pangeran itu yang pantas mendapatkan sang putri?”

Pangeran Taka menjawab, "Menurut aku, pangeran ketiga yang pantas mendapatkan sang putri. Dia yang menyiapkan obat.”

“Menurut aku, pangeran kedua yang pantas. Karena dia yang pertama tahu keadaan sang putri yang sakit,” jawab burung bulbul dari bawah lampu.

Mereka berdua lalu bertengkar karena merasa paling benar.

Putri Hening mulai jengkel dan berpikir, “Kenapa mereka melupakan pangeran pertama yang bisa berlari cepat. Perjalanan enam bulan hanya dilalui dalam waktu satu jam!”

Pangeran Taka dan suara burung bulbul terus bertengkar. Putri Hening tidak dapat menahan diri lagi. Ia mengangkat kerudungnya yang tujuh lapis dan berseru panjang lebar dengan cepat,

"Pangeran, kamu ini tidak cerdas! Kalau tidak ada pangeran yang bisa berlari cepat, obat itu akan percuma saja karena sudah terlalu terlambat. Putri itu pasti akan mati. Enam bulan lamanya mereka baru bisa tiba di istana! membawa obat, si putri pasti akan tetap mati, karena mereka masih enam bulan perjalanan lamanya untuk sampai ke istana!”

Pangeran Taka dan si burung bulbul sangat gembira karena berhasil membuat Putri Hening bicara. Pada saat itu juga, Pangeran Taka terbebas dari kutukan. Ia merasa tubuhnya sehat dan kuat kembali seperti dulu kala.

Putri Hening sendiri ikut terkejut, karena ia berhasil dibuat bicara. Diam-diam, Putri Hening mengakui kecerdasan Pangeran Taka. Ia menyalami Pangeran Taka dan berkenalan dengan si burung bulbul juga.

Raja Dompi ikut gembira mendengar kabar itu. Ia tidak melanggar janjinya. Setengah dari kerajaannya ia berikan pada Pangeran Taka. Raja Nusa sangat gembira saat mendengar kabar keberhasilan putranya.

Beberapa waktu kemudian, Pangeran Taka menikah dengan Putri Hening. Seluruh kerajaan Raja Dompi diwariskan pada mereka berdua, karena Raja Dompi telah tua.

Diam-diam, nenek pembawa kendi yang dipecahkan Pangeran Taka, juga gembira. Ia sebetulnya adalah nenek peramal dari kerajaan Raja Dompi. Sejak bertemu Pangeran Taka, ia sudah tahu, kalau Pangeran Taka akan menjadi pendamping Putri Hening.

#MendongenguntukCerdas













sumber : bobo.grid.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan