Dongeng Anak: Pikolo, Penyihir Periang #MendongenguntukCerdas

 

Bobo.id - Teman-teman sudah tahu manfaat mendongeng, kan? Mendongeng bisa membuat kita menjadi cerdas.

Nah, hari ini ada dongeng anak yang berjudul Pikolo, Penyihir Periang.

Jangan lupa untuk membaca dongeng atau minta orang tuamu untuk mendongeng untukmu, ya!

-----------------------------

Pikolo adalah seorang pemuda biasa yang ramah dan periang. Ia bekerja sebagai tukang asah pisau dan gunting keliling. Pikolo menyukai pekerjaannya. Bunyi pisau beradu dengan batu gerinda terdengar merdu di telinga Pikolo. Ia juga senang bercakap-caap dengan ibu-ibu langganannya, mendengarkan suka duka mereka.

Suatu hari, seorang penyihir tua mengamati Pikolo yang sedang bekerja. Ketika Pikolo sendirian, penyihir tua mendekatinya dan berkata.

“Pikolo, aku senang melihat sifatmu yang ramah dan riang. Aku ini seorang penyihir. Aku ingin pension dari seorang penyihir. Aku ingin bertani bunga dan bermain dengan cucu-cucu. Apa kau mau, kalau aku mewariskan ilmu sihirku kepadamu?”

“Boleh, terima kasih. Nanti aku bisa menyiir batu menjadi cokelat, supaya bisa membuat anak-anak gembira!” kata Pikolo dengan riang.

“Tentu saja. Tetapi ilmu sihirku tidak boleh digunakan untuk berbuat jahat!” pesan si penyihir tua.
Berbulan-bulan lamanya Pikolo belajar hingga akhirnya dia lulus. Si penyihir tua bahkan memerikan buku dan tongkatnya.

Suatu pagi, Pikolo keluar rumah untuk mempraktekan sihirnya. Ia bertemu beberapa anak yang sedang bermain kelereng.

“Sim salabim, akakadabra!” Pikolo menyihir beberapa batu menjadi cokelat. Waaah… anak-anak itu berebut memungut cokelat dengan gembira.

Kemudian Pikolo melewati pemetang sawah. Di saung, ada suami istri petani sedang sarapan nasi dengan tempe goreng, sambal dan lalap. Pikolo merasa kasihan dan mengubah tempe itu menjadi rasa ayam goreng,

“Kok, rasa tempe ini seperti ayam goreng, ya, Bu?” Tanya si petani.

“Mungkin hatimu sedang gembira, Pak. Jadi makanan itu terasa lebih nikmat!” jawab istrinya sambil tersenyum.

Malam harinya, Pikolo merenung di tempat tidurnya. “Ternyata, jadi tukang sihir lebih menyenangkan daripada jadi tukang asah pisau!”

Esok harinya, Pikolo memulai lagi aksinya. Ia menyihir permen berbentuk beruang dan memberikannya pada seorang anak kecil yang menangis. Ia membuat buah-buah di kios Pak Amat menjadi segar dan menarik. Pembeli pun banyak berdatangan.

Lama kelamaan, semakin banyak orang yang tahu kalau Pikolo bisa sihir. Hidup Pikolo mulai tidak tenang. Pagi, siang, malam, orang-orang dating ke rumah meminta tolong. Beberapa orang meminta hal-hal yang aneh. Misalnya, yang bermata sipit minta diperbesar. Yang bermata besar minta dikecilkan. Yang pendek ingin tinggi, yang tinggi ingin dikurangi tingginya. Pikolo terpaksa menolak permintaan mereka.

Suatu hari, Pikolo tidak tahan lagi menghadapi banyak permintaan. Ia pun pergi dari rumahnya. Setelah berjalan jauh, ia beristirahat di tepi sungai. Seorang pemancing datang dan duduk di dekatnya. Mereka bercakap-cakap. Pikolo mengatakan bahwa ia sedang mencari pekerjaan.

“Carilah pekerjaan yang kamu sukai. Hidup kita tidak sampai 100 tahun!” nasihat si pemancing.

“Aku suka memancing dan pekerjaan ini kulakukan, walau ada orang yang mengatakan pekerjaan ini membosankan!”

“Wah, nasihatmu sangat bagus!” kata Pikolo.

Pikolo berjalan lagi. Ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Ia akan tetap menyihir, tetapi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Jadi, tidak ada orang yang kenal padanya dan ia bisa menyihir sesuka hatinya. Kembali Pikolo menjalai hari-harinya dengan riang.

Setelah dua minggu berlalu, suatu malam, Pikolo merasa sangat kesepian.ia hanya menyaksikan wajah-wajah gambar orang yang menerima kejutan sihirnya. Tetapi mereka tidak tahu bahwa Pikolo yang melakukan sihir itu. Ia merindukan saat-saat ia jadi tukang asah pisau. Saat-saat ia saling berbagi cerita dengan ibu-ibu pelanggannya. Selama dua minggu ini, ia tidak bicara pada siapa pun. Kecuali berbasa-basi dengan orang-orang di kedai makan.

Maka Pikolo pun pulang ke kampungnya, ke rumahnya lagi. Kembali ia menjadi tukang asah pisau. Kembali ia bercakap-cakap dengan ibu-ibu pelanggannya. Ketika orang-orang memintanya melakukan sihir, Pikolo tersenyum dan menggelengkan kepala.

“Aku hanya akan menyihir di pesta ulang tahun anak-anak. Anak-anak bisa menikmati sihirku seperti menonton sulap!” kata Pikolo.

Demikianlah, Pikolo menerima undangan-undangan pesta ulang tahun anak-anak. Ia menyihir banyak kelinci dari topinya. Ketika anak-anak memegang kelinci di tangannya, kelinci itu berubah jadi topi lagi. Ia menyihir air putih di gelas anak-anak menjadi es krim yang lezat. Pikolo senang bisa membuat anak-anak gembira.

Sekarang, Pikolo adalah penyihir periang dan juga tukang asah pisau yang ramah. Ia sudah melakukan pekerjaan yang disukainya. Sudahkah kamu melakukan apa yang kamu sukai dan membuat orang lain gembira?

Cerita oleh: Widya Suwarna. Ilustrasi: Dok. Majalah Bobo

#MendongenguntukCerdas

-----











sumber : bobo.grid.id


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan