Cerpen : Batal Puasa dan Alergi

cerpen bobo tentang puasa

pixabay.com

Batal Puasa dan Alergi

Ketika Ari sampai di rumahnya, matahari sudah berada tepat diatas. Akhirnya, dia melemparkan tasnya ke atas meja belajar dan langsung merebahkan dirinya ke atas kasur. Di luar sana cuaca sangat panas sampai serasa membakar kulit.

Uhh..pasti membuat dehidrasi. Seketika Ari teringat dengan ucapan gurunya yang menjelaskan tentang istilah dehidrasi, dimana tubuh kekurangan cairan dan akan merasa lemas.

Cuaca yang panas dan juga gerah menyebabkan jarak antara sekolah dan rumah yang sebenarnya hanya beberapa ratus meter terasa seakan lebih jauh dan melelahkan. Belum lagi rasa lapar yang terasa menusuk perut perut. Hmm..siang-siang panas gini memang paling enak makan ayam goreng, sop, sambal, dan juga es jeruk.

Ups, Ari hampir lupa kalau dia sedang berpuasa. Akhirnya buru-burulah ia singkirkan pikiran tentang lezatnya hidangan yang biasa Bundanya siapkan untuk makan siang. Ari lalu melirik jam yang ada di kamarnya. Baru jam 2. Berarti masih ada 4 jam lagi sampai waktu buka puasa tiba.

Duh, masih lama ya! Karena tidak sabar menunggu buka puasa, Ari dia-diam akhirnya mengendap-ngendap menuju ke ruang makan dan membuka tudung saji. Dibukanya tudung saji di atas meja. Tetapi? Yah, tak ada makanan apapun di dalamnya.

“Lo, Mas Ari sudah pulang?” tanya Riza adik semata wayangnya tiba-tiba.

Deg! Teguran Riza yang tiba-tiba membuat jantung Ari seakan mau copot. Ternyata Riza sudah memperhatikannya sedari tadi.

“Mana Bunda, Za? Kok rumah sepi banget?” Ari pura-pura bertanya sembari membersihkan meja makan.

“Bunda ke pasar.Lagi belanja buat kita buka puasa!” Jawab Riza ringan.

Mendengar itu, Ari langsung merebahkan diri ke Kasur lagi. Tapi dia masih gelisah karena perutnya sudah keroncongan. Saat melihat adiknya sedang asyik mengerjakan PR di ruang keluarga, ia akhirnya pergi ke dapur dan membuka kulkas.

Uh kosong lagi! yang ada hanya makanan beku disana. Namun Ari tidak menyerah, ia akhirnya menatap pintu laci dapur yang posisinya sangat tinggi, ia pun memanjat menggunakan kursi lalu memeriksanya satu per satu. Akhirnya ia melihat sepiring mendoan udang yang ada di balik kaleng susu.

Setelah melihat kiri kanan, tanpa basa basi Ari melahapnya dengan sangat  cepat. Nyam, nyam, nyam…hmm sungguh enak. Dalam sekejap tiga potong mendoan udang sudah masuk ke dalam perutnya yang tadi kosong. Ah, lumayan buat bekal menunggu maghrib tiba.

Ketika ibunya pulang, Ari sudah menyelinap masuk ke dalam kamar dan pura-pura sedang tidur.

Tapi kok kulitnya semakin panas, ya? Apakah udara di luar menjadi semakin panas hingga ia kegerahan. Dan, astaga! Seluruh tubuh Ari kini dipenuhi bercak kemerahan. Ia pun merasakan sensasi gatal dan panas.

Dari dapur Ari mendengar Bundanya berteriak. “Lo, ko mendoan udangnya tinggal separuh?”

“Mendoan udang yang mana, Bun? sahut Riza dari ruang tengah.

“Itu, yang ibu taruh di atas lemari dapur. Kenapa tinggal tiga potong, ya?”

Ari yang diam-diam mendengarkan akhirnya terhenyak. Pantas saja tubuhnya panas dan gatal-gatal. Ternyata ini akibat mendoan udang yang dimakannya diam-diam tadi.

Ia baru tersadar kalau dia memiliki alergi pada udang. Akhirnya, Ari segera berlari keluar kamarnya sambil mengerang karena tubuhnya kepanasan dan kegatelan.

“Wah, ternyata kita ga perlu lagi menyewa detektif untuk menyelidiki kasus ini, Bun. Pelakunya sudah ada di depan kita!” seloroh Riza menggoda kakaknya.

Ari hanya meringis. Di dalam hati ia malu dan menyesal akan perbuatannya.

Yah..kalau sudah ketahuan seperti ini, bagaimana mau untuk berpura-pura lagi.











sumber : www.google.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan