DONGENG : Makhluk Berkedip

 




Suatu hari, seperti biasanya, aku mengedipkan salah satu mataku. Seorang anak balita tercengang melihatku. Lalu tak lama, dia menangis. Tangisannya sangat keras dan membuat semua orang di sekitarnya menoleh. Mereka bertanya-tanya apa yang menyebabkan anak itu menangis.

Anak itu menunjuk ke arahku. Aku malu sekali saat orang-orang itu menoleh padaku. Ternyata, anak itu ketakutan saat melihat aku berkedip. Aku berkedip sekali lagi dan semua orang itu pergi.

“Aku tidak mau berkedip lagi!” teriakku kesal.

Teman-temanku menoleh dan tertawa.

“Tidak boleh begitu. Berkedip itu, kan, sudah tugasmu,” kata salah Makhluk Berkedip seorang temanku yang berdiri di sudut jalan lainnya.

“Manusia juga punya mata, tetapi tak wajib berkedip untuk orang lain,” jawabku.

“Tetapi mereka tetap berkedip,” ujar temanku yang lain.

“Tidak ada yang peduli apakah mereka berkedip atau tidak,” bantahku lagi.

“Justru itu. Kita tidak sama seperti mereka. Berkedip atau tidaknya kita, sangat penting bagi orang lain,” jelas temanku lagi.

Namun, aku tak mau mendengarkan. Sore ini aku memutuskan untuk tidak berkedip lagi. Setelah salah satu mataku berkedip, aku tak mau mengedipkan mataku yang lain.

Akibatnya, tidak ada lagi orang-orang yang berkerumun di sekitarku. Aku senang sekali. Biasanya, kalau aku berkedip, ada banyak orang yang berhenti dan memandangiku dengan kesal. Kalau begini, mereka tidak akan berhenti menunggu kedipanku yang selanjutnya.

“Hei! Kenapa kau tidak berkedip?” teriak teman-temanku yang lain. Aku terkejut.

“Yang tidak berkedip, kan, hanya aku sendiri! Kalian bisa tetap berkedip. Apa pengaruhnya untuk kalian?” tanyaku heran.

“Kalau kau tidak berkedip, tak ada gunanya kami berkedip. Lihat orang-orang ini! Perjalanan mereka terhambat dari segala arah. Sebentar lagi, orang-orang dari arahmu juga tak bisa meneruskan perjalanan mereka. Akan terjadi kekacauan di sini!” teriaknya.

Aku baru sadar. Di dekatku berdiri, orang-orang mulai berdesakan. Mereka saling berteriak satu sama lain. Orang-orang dari arah lainnya juga bernasib sama. Mereka terlihat menggerutu. Beberapa di antara mereka mencoba menerobos keramaian, namun tak bisa.

“Cepatlah berkedip!” teriak temantemanku semakin panik.

Aku melihat orang-orang dari arahku sendiri. Kini mereka juga tak bisa bergerak. Mereka menatapku bingung. Bahkan ada juga yang menatap dengan penuh kemarahan.

“Berkediplah sekarang! Mereka menunggu!” teriak teman-temanku lagi.

Akhirnya aku berkedip. Bisa kulihat orang-orang dari arah lainnya menghela nafas lega dan berlalu dari arah mereka masing-masing. Sementara dari arahku sendiri, mereka berhenti dan menunggu hingga waktunya aku berkedip lagi. Setelah tiba giliranku berkedip, barulah mereka melanjutkan perjalanan.

Aku senang menjadi makhluk berkedip yang punya tiga mata. Karena ternyata, tugasku sebagai makhluk berkedip sangat penting. Setiap waktu aku memang harus berkedip. Jika aku tak berkedip, arus lalu lintas di jalan ini akan menjadi kacau dan berantakan.

Apa kalian tahu siapa aku?
























Sumber : bobo.grid.id

Cerita oleh: Rae Sita Patappa. Ilustrasi: Dok. Majalah Bobo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan