DONGENG : Foma yang Hanya Punya Sapi dan Kambing

 Di sebuah desa, tinggal seorang petani kaya raya bernama Foma. Namun, karena ia ditipu oleh seorang petani dan gembala yang licik, Foma kehilangan hartanya.

Ia meminta keadilan pada Pak Hakim. Namun, Pak Hakim ternyata bekerja sama dengan petani dan gembala yang licik. Akibatnya, Foma tetap kehilangan hartanya dan jatuh miskin.

Foma yang kini miskin tinggal di gubuk tua yang hampir rubuh. Dia tidak memiliki ladang lagi. Kini ia hanya memiliki seekor sapi dan kambing tua. Suatu hari, sapinya memakan beberapa rumput beracun. Sapinya itu membengkak dan mati di pagi hari.

Foma mulai putus asa. "Hidupku sungguh menyedihkan!" keluhnya.

Foma lalu mengambil kulit sapinya, sebelum menguburkan hewan malang itu. Kulit sapi itu lalu dibawanya untuk dijual ke tempat pembuatan kerajinan dari kulit.

Dalam perjalanannya dia melewati sebuah bangunan yang sepi. Foma melirik ke dapur dan melihat istri dari petani kaya yang pernah menipunya.

Istri petani kaya itu dan selusin teman wanita lainnya duduk mengelilingi meja, berpesta seolah mereka berada di istana!

Mereka menikmati daging angsa, domba panggang, dan makanan mewah lainnya. Mereka begitu boros.  Foma sangat lapar, ia mengetuk jendela. Tetapi istri petani kaya itu mengusirnya. "Cari tempat lain untuk menginap! Tidak ada tempat untukmu disini!”

Begitu dia berbicara, mereka mendengar bunyi gerobak kereta. Istri petani itu menjadi pucat. "Oh gawat, ini bahaya!" Serunya.

"Suamiku baru kembali dari kota. Kupikir dia akan menginap seharian tetapi ternyata ia kembali secepat ini. Saya akan dimarahinya karena mambuat pesta pora menghabiskan banyak uang!”

Foma mulai menghiburnya, "Tenang, Bu. Beri saya lima puluh rubel dan saya akan bereskan semuanya!"

Foma lalu memasukkan daging angsa tadi ke dalam oven, dan domba panggang ke lemari dapur. Ia pun menyuruh teman-teman si istri sembunyi di loteng.

Setelah semuanya rapih, petani itu masuk melalui gerbang. Saat melihat Foma, ia tak mengenali petani yang pernah ditipunya itu, sebab Foma tampak sangat beda dengan berewoknya. Ia bertanya, mengapa Foma ada di halaman rumahnya.

Foma menjelaskan bahwa dia meminta istri petani untuk memberinya tempat untuk menginap dan juga makanan. Namun istri petani tidak membiarkannya masuk saat suaminya tidak hadir.

"Aku setuju dengan istriku. Dia benar!" kata si petani kaya yang kikir puas. "Tapi karena saya sudah kembali, Anda boleh masuk. Anda boleh tidur dekat perapian, tapi harus membayar sepuluh rubel!”

Foma setuju, dan ikut masuk, dengan kulit sapi di bahunya.

"Apa itu?” Tanya petani itu "Itu kulit sapi, bukan?"

"Kamu salah," Foma tertawa. "Ini kain ajaib milik Spotty si Penyihir Berjerawat"

"Penyihir Berjerawat?" Si petani menggeleng tak percaya. "Sihir macam apa yang dia lakukan?"

"Segala macam"

"Kalau begitu, coba sediakan aku makanan dengan kain ajaib milik penyihirmu itu!" tantang si petani sambil tertawa. "Saya sangat lapar seperti serigala."

"Itu mudah," kata Foma. Ia kemudian berpura-pura menempelkan telingannya ke kulit sapi itu. Lalu ia berkata ke petani. "Penyihir Spotty telah menyulap sesuatu yang lezat di oven," katanya.

"Baiklah" kata petani itu dan dengan takjub dia menarik keluar daging-daging angsa dari oven.

Dia duduk untuk melahap hidangan itu. Foma menunggu reaksi berikutnya dari si petani.

"Ini sangat lezat," kata si petani sambil mengusap bibirnya. "Tapi saya masih lapar. Apakah penyihir Anda bisa menyediakan hidangan lain yang lebih lezat?”

Sekali lagi, Foma menempelkan telingannya ke kulit sapi itu dan mengatakan kepada petani bahwa dia akan menemukan domba panggang di lemari dapur.

"Baiklah." Gumam petani itu. Kemudian ia terheran-heran ketika menemukan domba panggang di dapur.

Ketika mereka makan, petani tersebut berkata, "Sekarang, biarkan penyihir Anda ini menceritakan apa yang ada di rumah saya yang tidak saya ketahui."

Sekali lagi Foma meletakkan ekor sapi itu ke telinganya dan berkata, "Di atas loteng ada sarang penyihir."

"Apa? Penyihir itu berkata begitu?" Petani itu tergagap ketakutan.

"Iya, dia berkata begitu. Ayolah, mari kita lihat."

Petani benar-benar takut untuk pergi, jadi Foma menyarankan agar dia menunggu di lorong, mengatakan bahwa dia akan pergi sendiri dan mengusir mereka keluar. Wanita-wanita itu meringkuk di samping cerobong asap, menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi.

"Semuanya baik-baik saja." Foma meyakinkan mereka. "Yang harus kalian lakukan sekarang adalah lari dari sini. Larilah keluar dari rumah ini dan jangan pedulikan apapun dan siapapun”.

Kemudian Foma meletakkan tangannya di dalam cerobong asap dan mengusapkan abu itu ke teman-teman istrinya sampai wajah mereka semua menghitam.

Kemudian, petani yang menunggu di lorong itu melihat gerombolan perempuan bergegas menuruni tangga dengan rambut yang kusam, wajah yang hitam, mata berkilau, dan giginya sangat putih! Mereka melesat melewatinya seperti angin.

"Bagus," ujar petani itu. "Anda benar-benar harus menjual kain penyihir itu kepada saya."

"Tentu saja," kata Foma. "Anda bisa memiliki potongan-potongan ini seharga lima puluh rubel, tapi Anda tidak bisa memiliki pesulapnya/penyihirnya."

Petani itu menghitung lima puluh rubel, tapi kemudian terus memohon Foma agar setuju untuk menjual seluruh kulitnya seharga dua ratus rubel.

"Pertama, kamu harus membiasakan diri dengan kain penyihir berjerawat ini." kata Foma kepada petani itu. "Sebelum Anda mencobanya, Anda harus tidur dengan menutupi dirimu dengan kain ini hingga dua malam."

Petani itu tertidur di kandang sapi, sementara Foma tidur di dekat perapian. Keesokan paginya, ia pulang dengan riang. Dia membawa roti segar, ham, domba panggang dan bebek.

Dia duduk di depan pintu rumahnya dan makan dengan senang hati. Hakim yang pernah menipunya datang dan berkata dengan heran,

"Ada apa ini? Kemarin sapimu mati. Tapi sekarang, kenapa kamu bisa makan makanan mewah?”

"Saya baru saja menjual kulit sapi saya dengan harga tiga ratus rubel."

"Tiga ratus rubel?" Tanya hakim kaget. "Kamu bisa beli keseluruhan kawanan dengan jumlah seperti itu."

"Mungkin harga sapi sedang naik harganya." Kata Foma tak peduli, sambil mengunyah domba panggang dan mengosongkan sakunya, mengeluarkan tumpukan rubel emas.

"Siapa yang memberi begitu banyak uang untuk kulitmu?" Tanya hakim tersebut.

"Petani kaya yang tinggal di pertanian sepi," jelas Foma.

Hakim itu tidak mengatakan apa-apa, tetapi pulang ke rumahnya. Pada malam yang sama ia membantai sepuluh ekor sapi, mengulitinya dan bergegas pergi ke rumah petani kaya. Esoknya ia kembali ke si miskin Foma.

“Kemarin aku datang kepadanya dan menjual kulit-kulit sapiku dan tidak mendapatkan uang sebanyak dirimu?” tanya hakim itu

“Ya itu urusanmu dan urusannya. Kalau dia mau membeli kulit sapiku dengan harga 300 rubel sedangkan ke Anda tidak, itu sama sekali bukan urusanku.” Sekarang saya harus pergi dan memerah kambing saya. "

"Memerah kambingmu?" Tanya sang hakim dan mengikuti Foma dengan rasa ingin tahu.

Foma masuk ke kandang, dan menarik kambing itu ke luar. Diam-diam ia meletakkan rubel emas ke dalam mulut kambing. Lalu dia menarik tali kambing itu.

Kambing itu melawan, mengembik dan meludahkan koin emas itu. Orang miskin itu mengambilnya, memasukkannya ke sakunya dan membawa kambing itu kembali ke dalam kandang.

"Ini kejadian aneh," gumam sang hakim, "Apakah kambing ini mengeluarkan emas rubel setiap hari?"

"Ya setiap hari. Tetapi saya tidak tahu, sampai kapan kambing ini akan memuntahkan emas dari mulutnya"

"Jual kambingmu itu kepadaku," kata sang hakim. "Ini dapat mengembalikan rugiku setelah aku memotong sapi-sapiku."

Foma  awalnya tidak mau menjual, tapi akhirnya dia menyetujuinya. Dia menjual kambing itu dengan harga sangat murah, yaitu sepuluh rubel.

Pada siang hari keesokan harinya, hakim kembali lagi, berteriak dan mengoceh bahwa kambing tersebut telah berhenti menyemburkan koin emas dari mulutnya.

"Saya sudah memberitahu Anda, bahwa saya tidak tahu berapa lama hal itu akan bertahan," kata Foma, menolak untuk mengambil kambing itu.

Foma menyarankan, dia tetap akan melakukan tawar-menawar lain dengan hakim tersebut.

"Saya tidak akan mendengarkan Anda lagi," kata hakim yang marah itu. "Anda telah menipu saya dua kali, tapi itu tidak akan terjadi untuk yang ketiga kalinya!"

Kemudian dia memberi instruksi kepada prajuritnya untuk menangkap Foma, mengikatnya dengan sebuah karung dan menenggelamkannya ke sungai. Ketika mereka menyeret orang miskin itu sampai ke pantai, Foma mulai menangis,

"Tolonglah… sampaikan dulu maafkan pada orang orang desa. Agar aku bisa mati dengan tenang!”

Hakim mengijinkan. Maka para prajurit pergi meninggalkan Foma di karungnya di tepi sungai. Mereka menemui orang-orang desa untuk menyampaikan permohonan maaf Foma. Sementara, Foma tetap menangis sedih di dalam karung.  

Tiba-tiba, gembala yang pernah menipu Foma dulu, lewat di situ membawa ternaknya. Ia bingung darimana asal suara menyedihkan itu.

“Aku Foma! Aku di dalam karung…” tangis Foma.

“Kenapa kamu bisa ada di dalam karung dan menangis?” tanya gembala itu.

"Tentu saja aku menangis." Tangis Foma. “Warga desa ingin membuat saya menjadi hakim, tapi saya tidak ingin menjadi hakim. Jadi mereka memasukkan saya ke dalam karung ini, supaya saya tidak pergi sementara mereka rapat."

Dari jauh, gembala ini melihat kerumunan orang desa, hakim dan pengawalnya. Ia mulai percaya cerita Foma.

"Betapa bodohnya dirimu," kata gembala yang tercengang, "Aku mau menjadi hakim!"

"Kalau begitu, ayolah masuk ke dalam karung ini dan gantikan aku!"

Sebelum hakim dan pengawalnya kembali, Foma memasukkan gembala itu terikat di dalam karung dan Foma bersembunyi di semak-semak.

Orang-orang itu melemparkan karung itu ke sungai. Gembala penipu itu pun hanyut. Ketika semua orang pergi, Foma menggiring hewan-hewan ternak milik gembala itu dari semak-semak dan membawanya pulang ke desa.

Hakim yang tercengang itu tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun!

"Saya akan menceritakan apa yang terjadi," jelas Foma.

"Ketika Anda melemparkan saya ke sungai, karung itu robek dan tiba-tiba saya menemukan diri saya berada di padang rumput yang sangat besar. Di tempat itu ada banyak sapi. Saya membawa beberapa sapi untuk diberikan pada warga desa. Tapi Anda harus melihat, betapa banyak sapi yang tersisa di padang rumput itu!"

Hakim tidak mengatakan apa-apa, ia langsung berlari ke sungai dan menceburkan diri ke dalamnya. Ia pun terbawa arus sungai itu. Ia pun terdampar di sebuah tanah asing. Mungkin di kota lain. Ia menemukan gembala yang ditipu oleh Foma sedang jalan terantuk-antuk keluar dari karung. Nampaknya ia selamat. Mereka berdua selamat. Tetapi mereka berdua berhasil dikelabui Foma.

Foma sangat senang karena berhasil mendapatkan kembali uang dan ternaknya yang dulu diambil. Ia juga berhasil menyingkirkan orang-orang yang curang dari desanya.









Sumber : bobo.grid.id

Cerita dan Ilustrasi oleh: Majalah Bobo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan