CERPEN : Teman baru ema
Setiap liburan panjang kenaikan kelas, Ema selalu berlibur di rumah neneknya di Wonogiri. Biasanya, ayah dan ibunya mengantar dan menginap dua tiga hari di Wonogiri. Lalu mereka kembali lagi ke Jakarta, meninggalkan Ema di rumah Nenek. Seminggu menjelang masuk sekolah, ayah dan ibu Ema baru datang lagi untuk menjemput Ema.
Ema sebetulnya kesepian kalau tidak ada ayah dan ibunya di Wonogiri. Di sekitar rumah neneknya, tak ada anak yang sebaya Ema. Untunglah, liburan kali ini, nenek Ema mengajak Ema ke rumah Nek Sakem, sahabat nenek Ema. Nek Sakem punya cucu yang sebaya Ema. Namanya Leles. Mereka berkenalan. Jadi, liburan kali ini, Ema punya teman baru bernama Leles.
Di suatu pagi, selesai sarapan bersama, Nenek berkata,
“Ema, kamu tolong pergi ke rumah Nek Sakem ya. Bawakan lentho buatan Nenek untuk Nek Sakem dan Leles. Kaki Nenek sedikit sakit. Jadi Nenek tidak bisa ikut ke sana.”
Rumah Nek Sakem tidak jauh. Namun, tidak bisa dibilang dekat juga. Untunglah Ema sudah hapal jalan ke sana. Ia harus menyeberangi pematang sawah dulu. Walau agak ngeri kalau terpeleset, Ema suka sekali jalan di pematang sawah. Padi yang masih hijau di kiri dan kanannya, tampak bagai permadani hijau. Ema juga sangat menikmati saat angin bertiup menghembus rambutnya. Segar sekali.
Tak lama kemudian, Ema tiba di depan rumah Nek Sakem. Di sebelah rumah terdapat kandang kambing. Di dalamnya ada si Bicil, kambing kecil milik Leles.
“Hei, Em… Kamu bawa apa?” sapa Leles yang melihat Ema datang membawa rantang.
“Ini lentho buatan nenekku,” kata Ema sambil mengangsurkan rantang pada Leles.
Ketika masuk ke dalam rumah, Nek Sakem menyambut dengan gembira. Nek Sakem menyediakan susu segar untuk Ema. Susu itu berasal dari sapi milik Nek Sakem sendiri.
“Mmmm.. aku suka susu segar,” kata Ema sambil meneguk habis segelas susu itu.
“Kebetulan kamu datang, Em. Ayo, temani aku ke lapangan rumput. Si Bicil perlu jalan-jalan. Dia bosan makan di kandangnya,” ajak Leles.
Tentu saja Ema tidak menolak. Ia belum pernah pergi ke sambil membawa kambing. Nek Sakem meminjamkan topi jeraminya untuk dipakai Ema. Ia juga membungkus bekal camilan untuk Leles dan Ema. Tak lupa sebotol susu untuk mereka masing-masing.
Leles lalu mengeluarkan Bicil dari kandang. Mereka bertiga berjalan pelan menuju lapangan rumput. Bicil tampak gembira. Ema mengelus bulu Bicil yang tebal dan bersih. Matanya lembut dan hidungnya besar. Bicil tampak senang kalau hidungnya dielus Ema.
Mereka berjalan menuruni lembah. Tali pengikat leher Bicil sengaja dibuat panjang. Bicil dibiarkan lari kemana pun ia suka. Namun ujung tali tetap dipegang Leles, sehingga Bicil tak akan hilang. Leles dan Ema berlari mengikuti Bicil dari samping.
Setiba di lapangan berumput di lembah, Leles membiarkan Bicil melahap rumput segar. Leles dan Ema juga mencari tempat sejuk di bawah pohon. Mereka duduk dan membuka bekal yang dibungkus Nek Sakem.
“Asyik! Ada geti buatan neneku, dan lentho buatan nenekmu!” tawa Leles girang saat melihat isi bungkusan.
“Enak juga punya nenek yang pandai membuat camilan ya…” kata Ema sambil mencomot geti buatan Nek Sakem.
“Memangnya kamu suka makanan-makanan kampung begini?” Leles tertawa dan mengambil lentho buatan nenek Ema.
“Suka, dong… Makanan kampung, kan, enak juga. Nenek mengajari ibuku membuat lentho. Di Jakarta juga ibuku suka membuat lentho. Dari tepung singkong dicampur kacang tholo, dan dibumbui ketumbar. Mmm… gurih, kan?” kata Ema sambil melihat Leles yang mengunyah lentho buatan neneknya.
“Mmm…mmm…” Leles mengangguk dengan mulut penuh. Ema tertawa melihat pipi Leles yang menggembung. “Aku juga bisa membuat geti. Gampang. Cuma mencampur wijen, gula merah, dan jahe. Boleh dibentuk bulat-bulat, boleh juga kotak-kotak,” kata Leles.
Tak lama kemudian, Bicil tampak sudah kekenyangan dan mengantuk. Leles dan Ema bersiap pulang. Mereka bertiga kembali berlarian di lembah dan sampai di rumah Nek Sakem. Leles segera memasukkan Bicil kembali ke kandangnya.
“Selamat istirahat ya, Bicil,” kata Ema.
Leles mengajak Ema ke dapur. Di meja makan, Nek Sakem telah menyiapkan makan siang untuk mereka. Makanan kampung yang lezat dan Ema sangat menyukainya. Ada wader goreng, sejenis ikan yang digoreng pakai tepung. Ada juga jangan lombok hijau, atau sayur cabai hijau. Jangan artinya sayuran, lombok artinya cabai hijau.
Menjelang sore, Ema diantar pulang oleh Nek Sakem dan Leles. Nek Sakem tak lupa membawa oleh-oleh wader goreng dan jangan lombok hijau. Nenek Ema sangat gembira saat menerima oleh-oleh itu. Ema juga gembira. Liburan di desa saat itu, sungguh menyenangkan. Rasanya Ema tak ingin kembali ke kota.
Sumber : bobo.grid.id
Komentar
Posting Komentar