DONGENG: Jen Hsiu

Jen Chien Chih adalah pedagang yang berasal dari Desa Yutai. Suatu hari, ia pergi ke Kota Shensi, membawa uang tabungannya. Di jalan, ia bertemu dengan seorang pedagang bernama Shen Chu Ting yang berasal dari Desa Su Chien.

Keduanya menjadi teman dekat dan berjalan bersama ke Kota Shensi. Sayangnya, di tengah jalan, Jen jatuh sakit. Shen merawatnya di penginapan. Namun, keadaan Jen semakin memburuk.

Akhirnya, Jen berkata pada Shen, "Sahabatku, aku punya dua ratus koin perak di kantong uangku. Kalau aku mati, ambillah sedikit untuk biaya peti. Tolong bawa mayatku pulang ke desaku. Tolong berikan sebagian uang untuk istri dan ketiga anakku. Lalu, semuanya sisanya, ambillah untukmu."

Malam itu juga Jen meninggal. Shen membeli sebuah peti murah sekitar lima koin perak. Ia memindahkan jenasah Jen ke dalam peti mati. Ia lalu menitipkan peti itu pada pendeta di kuil terdekat. Shen meminta izin pada pendeta itu untuk membeli pakaian baru yang akan dipakaikan pada Jen. Namun, Shen ternyata melarikan diri dan tidak kembali ke kuil itu.

Untunglah, pendeta kuil itu sangat baik hati. Ia menyelidiki asal-usul Jen. Dari pemilik penginapan tempat Jen dan Shen pernah menginap, pendeta itu akhirnya tahu asal desa Jen. Ia lalu membawa peti jenasah Jen pulang ke Desa Yutai.

Istri dan anak-anak Jen sangat sedih saat menerima peti jenasah Jen. Putra pertama Jen yang bernama Hsiu, baru berusia 17 tahun. Hsiu sangat pandai dan cekatan. Dialah yang mengurus pemakaman ayahnya. Hsiu berterima kasih pada pendeta kuil yang ikut hadir di pemakaman Jen. Sang pendeta sempat menyebut nama Shen Chu Ting dari Desa Su Chien, yang meninggalkan mayat ayah Hsiu di kuil.

Enam bulan pun berlalu. Keluarga Jen semakin miskin. Untunglah, Hsiu yang pintar mendapat beasiswa sekolah. Ia berhasil mendapatkan gelar sarjana. Sayangnya, Hsiu suka sekali bermain mahyong dengan orang-orang tua di desanya. Permainan itu perlu strategi dan kecermatan. Mencari lempengan batu persegi bergambar sama, di antara tumpukan rapi lempengan batu.

Waktu Hsiu habis untuk bermain mahyong sehingga ia lupa mencari pekerjaan. Ibunya sangat kecewa dan sedih. Hsiu akhirnya sadar dan meminta maaf pada ibunya.

Suatu hari, pamannya yang bernama Chang akan berdagang ke kota besar. Ia mengajak Hsiu ikut berlayar bersamanya. Maka, Hsiu pun ikut berlayar bersama Paman Chang.

Beberapa waktu kemudian, mereka tiba di pelabuhan besar di Kota Lin Ching. Banyak sekali kapal layar masuk ke pelabuhan itu. Semuanya antre karena muatannya harus diperiksa. Hsiu dan pamannya harus menunggu antrean kapal. Barang dagangan pamannya belum bisa diturunkan.

Malam itu, Hsiu tak bisa tidur di kapal. Terdengar suara ribut dari sebuah kapal di dekat kapal yang Hsiu tumpangi. Hsiu penasaran, lalu menyelinap turun dari kapalnya, dan pergi ke kapal yang terdengar ribut itu. Ternyata, akan ada pertandaingan mahyong di kapal itu. Banyak orang mendaftar dan ribut saat mengantre.

Setelah rasa penasarannya hilang, Hsiu bermaksud kembali ke kapalnya untuk tidur. Namun, tiba-tiba ia mendengar sebuah nama disebut sebagai peserta pertandingan mahyong. Mendengar nama itu, Hsiu jadi teringat pada seseorang. Ia melihat, pemilik nama itu ternyata seorang pria berjubah merah keemasan. Sepertinya ia cukup kaya.

Hsiu akhirnya memutuskan untuk ikut pertandingan mahyong itu. Karena sangat ahli bermain mahyong, Hsiu berhasil mengalahkan peserta lainnya satu demi satu. Akhirnya, tinggal satu lawan yang harus dihadapi Hsiu. Dialah pria yang berjubah merah keemasan. Sepertinya ia cukup kaya.

"Kalau aku menang, kau harus memberiku 200 koin perak!" tantang Hsiu.

Pria berjubah merah keemasan itu menerima tantangan Hsiu. Ia yakin bisa menang. Maka, lempengan-lempengan persegi batu mahyong disusun dengan indah. Hsiu dan pria itu lalu mulai bertanding. Setelah satu jam berlalu, akhirnya pria itu kehabisan langkah. Hsiu memenangkan pertandingan.

Pria itu terpaksa menyerahkan 200 koin perak kepada Hsiu. Namun, diam-diam ia ingin merampok kembali uang perak itu dari Hsiu yang bertubuh kecil.

Pada saat itu, Paman Chang yang terbangung dari tidur, mencari-cari Hsiu. Ia tiba di kapal tempat pertandingan mahyong. Ia terkejut melihat Hsiu ikut pertandingan itu. Ia mengira Hsiu ikut berjudi.

"Apa yang kau lakukan, Jen Hsiu? Ibumu akan marah kalau tahu perbuatanmu! Arwah ayahmu, Jen Chien Chih, pasti juga sedih melihat kelakuanmu!" marah Paman Chang. Ia menarik tangan keponakannya untuk kembali ke kapal mereka.

Pria berjubah merah itu akhirnya tahu, kalau Hsiu bernama Jen Hsiu. Putra dari Jen Chien Chih. Pria berjubah merah keemasan itu terdiam dengan wajah pucat. Ia teringat pada teman seperjalanannya di masa lalu. Temannya yang telah ia khianati dan mayatnya tidak ia antarkan ke keluarganya.

Pria berjubah merah itu tak lain adalah Shen Chu Ting. Ternyata, Hsiu mendengar nama Shen Chu Ting disebut sebagai salah satu peserta pertandingan mahyong. Hsiu sengaja ikut pertandingan itu untuk memberikan pelajaran pada Shen Chu Ting, karena telah berkhianat pada ayahnya. Hsiu sungguh tak menyangka akan bertemu dengan Shen Chu Ting di kapal itu.

Hsiu tidak melaporkan Shen Chu Ting kepada polisi. Ia sudah cukup puas mendapatkan kembali uang ayahnya dulu, 200 koin perak. Kini, Hsiu bekerja sungguh-sungguh membantu Paman Chang berdagang. Ia menjadi orang terkaya di provinsi tempatnya tinggal. Ibu dan adik-adiknya kini hidup berkelimpahan.



Sumber: Majalah Bobo Edisi 52 | 1 April 2021

Komentar

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^cc
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami... (k)
    di ajopk.com ^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan