CERPEN: Misteri Wangi Mawar dan Dentang Jam

 Fafan mengangkat kepala dan mulai mengendus-endus udara.

“Eh… aku, kok, seperti mencium wangi bunga mawar!” ucapnya cemas.

“Kak Fafaaaan! Sudah, deh, jangan mulai lagi!” pinta Corry dan Rani, sepupu-sepupunya.

Mereka bertiga sedang berlibur di rumah kakek mereka. Rumah itu sudah tua dan berukuran sangat besar. Banyak benda antiknya.

“Benaaaar! Wanginya kuat sekali! Jangan-jangan…” Mata Fafan melirik ke jam antik di sudut ruangan.

“Sudah, ah! Mas Fafan main sendiri saja kalau mau menakut-nakuti begitu!” Corry dan Rani serentak berdiri meninggalkan permainan halma mereka dan pergi meninggalkan ruang bermain itu.

“Eh, tunggu, dong! Aku jangan ditinggal!” Fafan ikut berdiri dengan cepat.

Kali ini dia tidak menertawakan Corry dan Rani yang ketakuran mendengar cerita-cerita seramnya soal jam antik nenek. Sebab, kali ini dia betul-betul mencium wewangian mawar. Bunga kesayangan almarhumah nenek mereka. Hiii…! Fafan jadi merinding sendiri.

Fafan ikut berlari keluar kamar, menyusul Corry dan Rani. Namun, kedua anak itu sudah menghilang. Dia malah bertemu Tante Lina yang memarahinya.

“Fafan! Kamu yang main halma di kamar main, tapi tidak membereskannya, ya? Ayo bereskan!”

“Tadi aku main dengan Corry dan Rani juga, Tante,” bantah Fafan, tidak ingin kembali ke ruangan itu sendirian.

“Iya, nanti Tante cari Corry dan Rani. Sekarang, kamu bereskan dulu sementara Tante panggilkan mereka,” jawab Tante Lina sambil mendorong Fafan kembali ke kamar itu.

Fafan tak bisa membantah lagi. Ia berjongkok dan mulai merapikan biji-biji halma yang berserakan.

Aduh, wangi mawar itu, kok, jadi semakin kuat!

Tiba-tiba krieeettt... blam! Pintu kamar main tertutup sendiri. Fafan berdiri dengan cepat. Tiba-tiba ruangan terasa semakin dingin, suasana rumah sunyi sekali. Suara detak jam antik di sudut ruangan itu jadi terdengar keras sekali. Tik...tik...tik…

Ufh...Fafan tak tahan lagi. Ia berlari ke pintu dan membukanya. Wuaah...koridor di depan kamar main gelap. Lampunya mati!

Diiing...Diiing....! Jam antik nenek tiba-tiba berdentang dengan keras, mengejutkan Fafan.

“Hwaaaaaaa toloooooooong!” jerit Fafan kencang-kencang.

“Ha ha ha ha….” Suara tawa di belakang Fafan pecah berderai.

Pyar! Lampu koridor kembali menyala. Fafan melihat Corry di dekat saklar lampu. Rupanya Corry yang mematikan lampu koridor dan menutup pintu kamar main. Ada botol parfum di tangannya. Dari situlah wangi mawar tadi itu berasal. Rani juga memutar jam antik itu agar bisa berdentang saat Fafan sendirian di kamar.

Ya, Corry dan Rani-lah yang menakut-nakuti Fafan. Mereka sebal dengan kebiasaan Fafan menakut-nakuti mereka, kalau sedang berlibur di rumah kakek. Dua cerita seram favoritnya adalah arwah nenek mereka yang datang, menyebarkan wangi mawar, dan ada penunggu pada jam antik di kamar main. Kali ini Corry dan Rani bertekad membuat Fafan ketakutan dan kapok memberi cerita-cerita seram lagi.

“Tadinya kami sudah bingung, bagaimana cara membuatmu kembali ke kamar main sendirian,” ucap Corry.

“Iya, untung kamu rajin. Kembali lagi ke kamar main buat membereskan halma!” sahut Rani.

“Huh! Aku, kan, disuruh Tante Lina. Kalau enggak disuruh, mana mau aku ketakutan sendirian di kamar ini,” sungut Fafan.

“Ha? Tante Lina?” ulang Rani heran.

“Tante Lina, kan, lagi pergi sama mama dan Tante Sari! Mereka belum pulang!” kata Corry.

“Enggak! Tante Lina sudah pulang. Tadi Tante Lina yang menyuruhku!”jawab Fafan bersikeras.

Perdebatan itu terpotong oleh bunyi mobil masuk halaman dan seruan riang Tante Lina.

“Anak-anak, Tante Lina pulang bawa oleh-oleh, nih!”

Fafan, Corry, dan Rani saling pandang takut. Pikiran mereka sama, kalau Tante Lina baru datang, lalu siapa Tante Lina yang tadi ditemui Fafan?

“Hwaaahh!” jerit mereka sambil berlari cepat-cepat menemui Tante Lina, Tante Sari, dan mama Corry. Kini mereka bertiga kapok, tidak akan saling menakut-nakuti lagi.



Sumber: Majalah Bobo Edisi 38 | 24 Desember 2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan