CERPEN: Kuningan

Sri sudah bersiap-siap berangkat ke sekolah ketika melihat Ibu membuka satu per satu jari-jarinya yang terkatup. Sri menebak Ibu sedang menghitung hari.

Benar saja, Ibu menoleh ke arahnya dan berkata, "Hari raya Kuningan tinggal enam hari lagi. Mulai besok akan berdatangan pesanan canang dan renggina untuk kita. Ah, Ibu lihat dulu, renggina sisa Galungan masih banyak tidak."

Sri tidak menunggu Ibu melihat kaleng besar penyimpanan renggina ketika dua kawannya datang menjemput. Ia berseru berpamitan kepada Ibu sembari berharap masih banyak renggina di dalam kaleng. Kalau bisa, ada sedikit pesanan di hari raya kali ini. Dengan demikian, ia tak akan begitu sibuk membantu Ibu dan ada waktu untuk jalan-jalan bersama kawan-kawannya.

"Bagaimana?" Tanya Eka, salah satu kawannya, ketika mereka melangkah ke jalan.

"Aku tak bisa memastikan," jawab Sri. "Pesanan mulai berdatangan besok. Aku tak bisa mengira sesibuk apa nanti."

"Bisa-bisa kau tak ikut kami!" tukas Ardani, kawan Sri yang satu lagi.

Sri menggumam tak jelas menanggapi kegusaran kawannya itu. Setiap hari raya tak pernah ia benar-benar berlibur. Pekerjaan ibunya yang menerima pesanan kebutuhan canang dan kue Bali untuk banten membuat mereka sibuk menjelang hari raya.

Tentu Sri tak tega meninggalkan ibunya bekerja seorang diri. Tetapi keinginan hatinya untuk menerima ajakan Eka untuk menginap di desanya selama dua hari semakin kuat saja.

Sepanjang perjalanan ke sekolah hati Sri bimbang. Apalagi kedua kawannya mengusiknya agar menentukan pilihan.

Bahkan ketika pulang ke rumah pun ia belum mengambil keputusan. Wajahnya semakin kusut. Sementara Ibu menyambut kepulangannya dengan keriangan hati yang tak tersembunyikan.

"Ibu Wayan dan Ibu Kadek mampir kemari tadi. Mereka memesan renggina dan sampian gantung. Ibu hitung sisa renggina di dalam kaleng bisa memenuhi pesanan mereka. Ibu telah menggorengnya tadi pagi," kata Ibu.

"Berarti berapa kilo lagi kita bikin renggina, Bu?" Sri bertanya sembari masuk ke kamarnya. Dari jendela kamarnya, Sri melihat hamparan renggina yang dijemur di atas balai-balai di halaman belakang. Berarti sepanjang pagi tadi ibunya menghabiskan waktu dengan membuat jajan Bali itu. Sri mengagumi kegesitan ibunya bekerja.

"Ibu telah membeli lima kilo ketan tadi pagi. Ibu baru bikin dua setengah kilo untuk renggina putih. Besok Ibu bikin yang warna coklat," terdengar jawaban ibunya.

"Aku saja yang bikin, Bu," kata Sri. la cukup mahir membuat renggina. Dan, ia paling senang saat mencetak ketan yang telah dikukus menjadi bentuk kotak atau bundar.

"Ibu sajalah," sahut Ibu. "Ibu kerjakan pagi, biar siang bisa dijemur. Kamu bantu Ibu menggorengnya saja, Sri."

Sore harinya Sri mengangkat renggina yang telah kering dan memasukkannya ke dalam kaleng. Dua kaleng telah penuh. Sisa renggina ia masukkan ke dalam tas plastik. Sri berseru kepada Ibu, "Bagaimana kalau setengahnya kugoreng sekarang, Bu?"

"Boleh," Ibu setuju. "Kosongkan kembali kaleng-kaleng itu untuk tempatnya."

Sri menghabiskan hari itu dengan menggoreng renggina. Begitu pula esok harinya, ia menggoreng renggina coklat yang telah dibikin Ibu. Akhirnya pada hari Rabu, semua renggina telah digoreng. Sri membawa renggina yang telah dimasukkan ke dalam tas plastik ke rumah-rumah pemesan. Kesibukannya membuat ia lupa akan rencananya berlibur di desa Eka. Sampai kemudian Eka mengusiknya.

"Jadi tidak kamu ikut?" tanya Eka meminta kepastian. "Sore ini kami berangkat. Ardani sungguh berharap kamu ikut."

"Aduuuh, bagaimana ya?" Sri bimbang. Mulai sore ini ia dan ibunya akan mejahitan. Terbayang di mata Sri wajah Ibu bila mesti bekerja sendiri. Kasihan, betapa akan capeknya Ibu. Apalagi kali ini bukan pesanan canang saja yang diterima, juga sampian gantung.

"Kami berangkat pukul enam," kata Eka. "Tinggalkan saja aku kalau tak datang," Sri mengambil keputusan.

Sepulang sekolah Sri mulai mejahitan dengan terburu-buru. Kalau bisa, ia ingin menyelesaikan seluruh pekerjaan hari itu. Ibu bertanya terheran-heran, "Kenapa kau, Sri?" Ini masih hari Kamis, canang bisa dibuat besok pagi. Sekarang bikin sampian gantung saja."

"Bu, Eka mengajakku berlibur di desanya sampai hari Minggu. Berangkatnya sore nanti. Kalau sekarang kubantu Ibu sebanyak yang aku bisa, aku kan boleh pergi," jelas Sri sambil kedua tangannya bergerak lincah merangkai janur.

"Ikut sajalah kamu, Sri. Kapan lagi ada kawan yang menawarimu berlibur!" kata Ibu.

Senang hati Sri menerima persetujuan Ibu. Makin tergerak hatinya untuk menyelesaikan satu ikatan janur di hadapannya. Selama empat jam bekerja, akhirnya ia bisa menyelesaikan seluruh sampian gantung pesanan. Besok Ibu tinggal membuat canang. Sri menarik napas lega. la bisa berangkat ke rumah Eka dengan hati tenang.

"Uh, hampir kami tinggal!" Eka menyambut kedatangannya dengan senang. "Berangkat yuk, semua sudah di mobil!"

Keesokan harinya, pagi-pagi petualangan di desa sudah dimulai. Eka mengajak Sri dan Ardani mandi di sebuah pancuran alam, memancing bersama kakek Eka di sungai yang jernih, dan memetik buah-buahan di kebun Kakek. Sri sungguh menikmati acara itu. Namun siang harinya ia mengutarakan niatnya untuk pulang.

"Kenapa?" Kedua kawannya hampir serentak bertanya.

"Kasihan ibuku, mungkin belum selesai mejahitan," kata Sri.

"Tapi, kamu senang di sini, kan?" Eka bertanya.

"Tentu saja, ini liburan yang menyenangkan," kata Sri. "Tapi Ibu tetap terpikirkan olehku."

"Kamu anak yang baik, Sri," Ardani memuji

 "Kalian juga teman yang baik," Sri membalas dengan tersenyum. "Tanpa kalian, aku tak pernah merasakan bagaimana asyiknya liburan. Kalau bukan libur hari raya Hindu, boleh kuajak Ibu kemari, ya!"

"Oh, boleh! Tentu saja!" seru Eka. Sri dilepas kedua kawannya dan keluarga Eka dengan berbagai macam bawaan. Ada pepes ikan buatan nenek Eka dan dua tas plastik buah-buahan dari kebun kakeknya. Tak putus-putusnya Sri mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Di dalam bus yang mengantarnya kembali ke rumah, Sri mensyukuri liburan kali ini. la bisa berlibur ke rumah kawannya sekaligus tak melupakan membantu ibunya. Satu jam lagi sampai di rumah, ia bisa membantu mengantarkan canang kepada pemesannya. Dan hari Sabtu besok, berdua dengan Ibu, ia merayakan hari Kuningan.

Canang: sesajian dari janur dan dihiasi beraneka bunga

Renggina: jajanan Bali terbuat dari ketan

Banten: sesajian terdiri dari canang, jajan, dan buah-buahan sampian gantung = terbuat dari janur, menghias tempat persembahyangan

Mejahitan: kegiatan merangkai janur, seperti membuat canang

Cerita oleh: Lena D.



Sumber: Majalah Bobo Online


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan