Cerpen Anak: Abe si Anak Laut

Bobo.id - Apakah ada di antara teman-teman yang tinggal di sekitaran pantai? Kalau iya, apakah kamu pandai berenang?

Biasanya orang yang tinggal di dekat pantai mahir berenang karena terbiasa untuk bermain di laut.

Nah, kali ini Bobo membawa cerpen tentang kisah anak bernama Abe yang tinggal di pulau kecil dekat pulau Sulawesi. Ia pandai berenang, lo.

Seperti apa cerpennya? Yuk, kita baca bersama!

Abe si Anak Laut 

Cerita oleh: Arsip dan dokumentasi Majalah Bobo
Abe tinggal di salah satu pulau kecil di sekitar pulau Sulawesi. Pulau tempat tinggalnya itu sangat indah. Sayangnya, Abe hidup sangat miskin. Ia anak yatim piatu, tak punya ayah dan ibu.
Untungnya, ada Kak Muel yang mengizinkan Abe tinggal di pondok kecilnya di dekat pantai. Kak Muel adalah pemuda baik hati yang sebatang kara. Sehari-hari, ia mendapat upah dengan membersihkan perahu-perahu nelayan. Upah itu dipakainya untuk membeli makanan buat ia dan Abe.
Walau upahnya sangat kecil, Kak Muel rela membelikan Abe buku dan pensil. Dengan tekun, ia mengajari Abe membaca dan menulis. Setiap pagi, ia juga menemani Abe pergi ke sekolah gratis untuk anak-anak pulau.
Untuk membantu Kak Muel, Abe sering berenang di laut, mendekati kapal wisatawan. Jika melihat anak-anak pulau, para wisatawan di kapal biasanya melemparkan uang koin ke laut. Mereka ingin melihat kehebatan anak-anak pulau menyelam. Abe sering menyelam ke laut untuk mengumpulkan koin-koin itu.
Abe sangat menyukai pekerjaan ini. Abe sangat terlatih menahan napas di dalam air. Ia sangat suka berada di dalam air laut yang hangat dan jernih. Ia bisa melihat sampai ke dasar laut. Ada banyak ikan cantik berenang di sekelilingnya ketika ia menyelam mengambil uang koin. Selain itu, ia juga bangga jika melihat mata kagum para wisatawan yang melihat kehebatannya menyelam.
Di saat tidak bekerja, Kak Muel kadang menyewa perahu nelayan. Ia lalu mengajak Abe berperahu ke dekat kapal pesiar. Seperti biasa, para wisatawan biasanya melempar uang koin ke laut saat melihat anak-anak pulau. Kak Muel akan membiarkan Abe berdiri di pundaknya, untuk ancang-ancang melompat ke air, lalu menyelam untuk mengambil uang koin. Atraksi Abe ini, biasanya mendapat tepukan tangan para wisatawan.

“Ambil koin seperlunya saja. Tidak usah banyak-banyak. Kau bisa kehabisan napas kalau terlalu lama di dasar laut,” pesan Kak Muel setiap kali Abe akan menyelam.

Jika Abe agak lama di dasar laut , Kak Muel biasanya akan menyusul, lalu menarik Abe ke atas. Padahal, Abe merasa ia kuat berlama-lama menahan napas di dalam air. Lagi pula, ia memang suka menyelam.

Pada saat banyak turis datang dengan kapal, maka ada banyak uang koin yang dilempar ke laut. Di saat itu, Abe pasti dapat banyak uang koin juga. Ia tak pernah lupa membagi uang koinnya pada Kak Muel.

“Tabung saja uang itu untuk membeli tas sekolah, Abe,” kata Kak Muel setiap kali Abe membagi uang koinnya. Namun Abe tetap memaksa memberikan sebagian uang untuk Kak Muel. Abe tahu, kadang Kak Muel juga tak punya uang jika tak ada nelayan yang memintanya membersihkan perahu.

Abe merasa berhutang budi pada Kak Muel. Ia ingin mendapatkan banyak koin agar bisa membelikan Kak Muel sebuah perahu besar. Dengan perahu itu, mereka bisa membawa wisatawan untuk tur berkeliling pulau. Abe juga ingin memperbaiki pondok reot tempat ia dan Kak Muel tinggal.

“Tuhan, tolong berikan aku banyak koin. Aku ingin membantu Kak Muel, seperti Kak Muel selalu membantuku…” Begitulah doa Abe setiap malam.

Pada suatu hari, terjadilah peristiwa heboh di perairan di dekat pulau tempat Abe tinggal. Seorang anak penumpang kapal pesiar, berdiri terlalu dekat di pagar kapal. Ia terpeleset dan terjatuh ke laut.
Anak itu tidak bisa berenang. Kebetulan, Abe ada di dekat situ untuk mencari koin. Abe akhirnya tak jadi mencari koin. Ia bergegas berenang menolong anak yang hampir tenggelam itu. Abe berenang sambil menarik anak itu ke atas permukaan air. Di saat itu, sebuah sekoci penyelamat mendekat. Petugas dari kapal pesiar itu menarik anak itu dan Abe naik ke atas sekoci.

Setelah menyelamatkan anak itu, Abe pulang ke pondoknya di tepi pantai. Malam itu, ia tertidur nyenyak karena lelah.

Pagi pun tiba. Hari itu, Kak Muel tidak bekerja. Ia kembali menyewa perahu dan mengajak Abe berperahu berkeliling pulau.

“Hari ini, kita berkeliling pulau saja melihat keindahan pulau kita,” kata Kak Muel.

Di saat itu, Abe melihat sebuah kapal pesiar lewat. Di atas dek kapal, berdiri seorang anak lelaki kecil. Itu anak yang hampir tenggelam dan ditolong Abe. Di sebelahnya, ada pria yang mungkin ayahnya, menjaganya. Anak itu berteriak dan melambai memanggil Abe. Anak itu memegang sebuah tas kulit.

Saat Abe membalas lambaian, tiba-tiba anak itu melempar tas kulit itu ke arah perahu Abe. Namun karena jaraknya masih jauh, tas itu jatuh ke laut. Seketika, Abe terjun ke air laut dan menyelam. Beberapa saat kemudian, Abe berhasil mengambil tas itu.

“FUAAAH…” Abe muncul lagi di sebelah perahu Kak Muel.

Kapal pesiar tadi sudah menjauh. Anak kecil dan ayahnya tampak melambai ke arah Abe dan Kak Muel. Rupanya, anak itu ingin memberikan tas itu pada Abe.

Abe dan Kak Muel akhirnya tidak jadi berkeliling pulau. Mereka segera pulang ke pondok mereka. Abe segera membuka tas kulit itu. Betapa terkejutnya Abe dan Kak Muel. Di dalam tas itu, ada setumpuk uang yang dibungkus kantong plastik.

“Tuhan menjawab doaku!” seru Abe girang.  

Doa Abe memang terjawab. Dengan uang itu, ia bisa membeli bahan bangunan untuk memperbaiki pondok Kak Muel. Ia juga membeli perahu sehingga ia dan kak Muel bisa mendapat uang dengan membawa pengunjung berkeliling pulau.













sumber : bobo.grid.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan