Cerpen : Kenangan untuk Pak Gunawan

Pak Gunawan baru saja membagikan tugas menggambar. Aryo tersenyum bahagia melihat nilai A di buku gambarnya. Akan tetapi, kebahagiaan Aryo mendadak hilang saat Pak Gunawan berpamitan di depan kelas. “ Bapak mohon maaf jika selama mengajar pernah melukai atau menyinggung hati anak – anak. Mulai minggu depan, Bapak sudah tidak menjadi guru lagi di sekolah ini. 

Sudah saatnya Bapak pensiun. Walau sudah pensiun, kalian tetap boleh belajar pada Bapak. Pintu rumah Bapak terbuka untuk kalian. Semangat, ya, belajarnya. Agar kalian bisa menjadi orang sukses, “ kata Pak Gunawan sambil berjalan keliling kelas Lima B. Suasana mendadak hening dan haru. Aryo merasa kehilangan seorang guru yang baik. Dari Pak Gunawan, Aryo bisa menjadi juara satu lomba menggambar tingkat kabupaten. 

Gambar Aryo juga pernah dimuat di Majalah Bobo. Sebenarnya, Aryo belum siap berpisah dengan Pak Gunawan. Namun apa boleh buat, Pak Gunawan harus pensiun. Sepulang sekolah, Aryo mengumpulkan teman – temannya di kantin. Sebagai ketua kelas, Aryo ingin ada kenang – kenangan dari kelas lima B untuk Pak Gunawan. Akhirnya semua sepakat untuk memberikan kenang- kenangan pribadi. Padahal Aryo sudah mengusulkan agar iuran saja, tetapi teman – temannya tidak setuju. 

Sesampainya di rumah, Aryo binggung memikirkan kenang – kenangan apa yang akan dia berikan pada Pak Gunawan. Aryo menduga teman-teman pasti memberikan kenang-kenangan yang mahal. Sedangkan Aryo tidak memiliki uang untuk membeli kenang –kenangan yang mahal. “ Kak, kenang – kenangan untuk guru yang pensiun apa , ya? Yang tidak terlalu mahal, tetapi berkesa,” tanya Aryo pada Bagas, kakaknya. 

“ Kamu, kan, pintar menggambar. Coba saja gambar gurumu dan teman  - temanmu. Nanti dibingkai, pasti bagus dan berkesan. Soalnya itu buatan kamu sendiri,” usul Bagas.
 “ Tetapi, Kak .......” jawab Aryo ragu. “ Percaya, deh ! Gurumu pasti akan menghargai karyamu !”sudah beberapa hari ini Aryo tidak keluar dari kamarnya. Sepulang sekolah, Aryo sibuk menggambar dan mewarnai. Waktu pengumpulannya tidak lama lagi. Aryo tidak ingin terlambat!. 

Besoknya, Aryo berangkat ke sekolah dengan sedikit repot.  Tangan kanannya membawa gambar berbingkai yang sudah dibungkus dengan kertas berwarna coklat. Sesampainya di kelas, teman – temannya berusaha menebak isi kado itu.  “ Besar gitu,  pasti mahal ya, Yo !”  tebak  Sarah. Aryo menggelengkan. “ Bukan masalah harganya. Tapi kado ini istimewa bagiku “ . “ Masih mahal punyaku !” seru Priska .” Aku membelinya di mall.” Aryo  tidak menanggapi ucapan Priska. 

Pagi itu, kelas riuh dengan membahas isi dari kado yang akan diberikan pada Pak Gunawan. Itulah  sebabnya Aryo mengusulkan agar iuran saja dan dibelikan kenang – kenangan. Bukannya memberikan secara pribadi dan saling pamer seperti ini. Bel tanda masuk kelas berbunyi.                   Pak Gunawan masuk kelas dan menerima kejutan dari murid kelas lima B. Pak Gunawan terharu menerima kenang – kenangan. “Terima kasih, Anaka –anak. Oh , ya , besok bapa mengundang kalian semua untuk syukuran perpisahan di rumah Bapak, ya. Kalian tahu rumah Bapak, kan? rumah Bapak,kan ? Rumah Bapak ada di belakang sekolag ini, berwarna kuning. Kalian datang, ya” , ucap Pak Gunawan.

Esoknya, Aryo tiba di rumah Pak gunawan bersamaan dengan Priska dan sarah. Ternyata teman- temannya  sudah datang terlebih dulu. “ Lihat ! Batik Mega Mendung yang dipakai                            Pak Gunawan itu pemberian ku, “bisik Priska di telinga Sarah dan Aryo yang berada didekatnya. 
Aryo melirik ke arah Pak Gunawan. Batik yang dipakai Pak Gunawan memang Bagus. Terlihat dari kain dan warnanya. Wajar saja jika harganya mahal. “ Lihat jam tangannya, deh. Itu pemberianku . Meski tidak semahal baju batikmu, tetapi Pak Gunawan terlihat semakin keren,” bisik Sarah setengah bersorak. “ Kadomu apa, Yo?” tanya Priska dan Sarah hampir bersamaan. Belum sempat Aryo menjawab, Pak Gunawan menyuruh anak –anak masuk ke rumahnya. Aryo mendadak gelisah. Ia menyesal telah memberikan kenang – kenangan seperti yang di usulan Kak Bagas.

Kalau tahu begini, Aryo akan membuka tabungnya untuk membelikan kenang – kenangan yang mahal seperti milik Sarah dan Priska. Aryo tidak bersemangat lagi duduk di ruangan tamu . 
“ Eh, lihat ! Pak Gunawan menggambar kita sekelas. Wah, gambarnya bagus sekali!” puji Priska sambil menunjukan bingkai foto di tembok ruang tamu. Anak – anak berebut ingin melihatnya. “ Bukan Bapak yang gambar, lho. Itu gambar teman kalian !” jawab Pak Gunawan sambil melirik ke arah Aryo. “ Hah?! Gambar siapa, Pak ?” tanya Sarah penasaran. “ Lihat nama pembuatnya di pojok bawah gambar itu !” kata Pak Gunawan.

“ Aryo ! Wah, hebat ! seru Priska diiringi tepuk tangan dari teman – temannya. “ Bapak senang karena kalian peduli pada Bapak. Jangan lupakan Bapak, ya. Kalau kalian mau jago menggambar, boleh datang ke sini. Seperti Aryo yang hampir setiap sore belajar menggambar di sini” kata               Pak Gunawan. Aryo tersenyum malu. Sekarang Aryo  tidak menyesal karena telah memberikan kenang –kenangan karyanya pada Pak Gunawan. Aryo bangga memiliki guru seperti Pak Gunawan.














sumber : bobo.grid.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Cerpen : Obat Bosan dari Nenek

Kau Juga Hebat, Sayang!