CERPEN : TEMAN TERBAIK

  Sebenarnya Aya tidak tahan. Sudah dua hari ini ia berusaha menjauhi Erlin. Bahkan, sepulang sekolah tadi, Adya sengaja tidak menyahut ketika Erlin memanggilnya.

    "Kalian bertengkar?" tanya bundanya ketika Adya menolak menerima telpon dari Erlin. 

    Adya menggeleng lemah. Meski tidak satu keas, Erlin adalah teman terbaik Adya. Mereka sudah saling mengenal sejak masih TK. Mereka juga jaranng sekali bertengkar. Kalau pun pernah, Mereka akan cepat berbaikan kembali. Seperti ketika Ia tidak sengaja menjatuhkan kotak pensil kesayangan Erlin.

    "Lalu, desak Bunda Adya. Kepala Adya menunduk. Beberapa hari lalu, Erlin bilang keluarganya akan pergi ke Balikpapan, ke kampung halaman ayah Erlin. Awalnya, Adya mengira kalau mereka akan pergi sebentar, seperti ketika liburan semester tiba. Namun, kata Erlin mereka akan pindah dan tinggal di sana.



    "Adya tidak mau Erlin pindah, Bun," ujar Adya lirih. Kata teman-temannya, Erlin akan lupa pada Adya setelah pindah.

    Sambil tersenyum, bundanya mengelus kepala Adya dengan lembut. "Itu bukan alasan untuk marah pada Erlin," katanya.

                                                                                   ***

    Hari ini Erlin tidak berusaha mendekati Adya lagi. Erlin hanya tersenyum pada Adya, lalu mengayuh sepedanya bersama teman yang lain. Sementara Adya berjalan kaki menuju rumah Rena.

Rumah Rena satu arah dengan rumahnya. Hanya berjarak dua blok.

    "Kamu marahan sama Erlin ya?" tanya Rena tiba-tiba. 

    "Pagi tadi ada sebatang cokelat di atas mejanya di atas mejanya. Rena bilang, Erlin yang menaruh cokelat itu disana. Dulu, setiap Adya dan Erlin ingin baikan setelah bertengkar, mereka akan menaruh cokelat di atas meja. Sebagai tanda damai.

    Adya tidak menjawab.Ia menatap cokelat pemberian Erlin yang sekarang dmakan Rena. Seharusnya Adya yang memberikan cokelat itu pada Erlin. 

    "Di sekolah lamamu kamu punya banyak teman dekat?" Adya balik bertanya.

    Adya tahu, pertanyaannya itu kurang sopan. Mungkin, rena akan marah padanya karena tersinggung. Namun, Adya benar-benar ingin tahu. Rena yang baru pindah ke sekolahnya dua bulan lalu itu selalu ceria. Rena juga tidak pernah bercerita tentang teman di sekolah lamanya.

    Tanpa Adya kira, Rena justru tertawa. "Ada," jawab Rena riang.

    Rena menarik Adya menuju kamar di  lantai atas di dinding kamar Rena ada beberapa poto bersama teman di sekolah lamanya.

    "Ini Cece, yang ini Putu," kata Rena sambil menunjuk foto mereka satu persatu. Kata Rena, mereka adalah teman dekat. Seperti Erlin dan Adya.



    "Kamu tidak sedih?" tanya Adya penasaran.

    "Awalnya Rena juga sedih, tapi sekarang sudah tidak lagi. Rena menemukan banyak teman baru disini. Teman yang sama baiknnya dengan di sekolah lama," jawab Rena.

    "Lalu, Cece dan Putu?" Adya menatap Rena tidak mengerti. 

    Rena tersenyum, lalu menunjuk sebuah kotak karton berukuran sedang. Kotak itu berisi benda-benda kenangan Rena pada sahabat-sahabat di sekolahnya yang lama.

                                                                ***

    Bunda Adya bilang, tiga hari lagi keluraga Erlin akan pindah.

    "Tidak baik menghindar terus," tegur bundanya. Adya mengangguk. Ia jadi ingat perkataan Rena tadi. Kenang-kenangan untuk Erlin. 

    "Bunda bisa bantu Adya bikin cokelat?" tanya Adya. Bundanya mengangguk, kemudian mengecup kening Adya.

    Adya mengeluarkan isi tas kainnya. Ada sekantong bubuk cokelat dan cetakan berbentuk lucu. Juga ada selembar foto Adya dan Erlin. Adya mencetaknya tadi, sekaligus membeli karton tebal dan hiasan daun kering.

                                                            ***

    Cokelat-cokelat berbentuk lucu itu dimasukkan ke dalam sebuah tas kain berwarna orange. Warna kesukaan Erlin. Di dalamnya juga ada selembar foto Adya dan Erlin. Foto itu di bingkai Figura oranye yang Adya buat sendiri kemarin.



    Perlahan, Adya memencet bel rumah Erlin. Jantungnya berdebar kencang, membuat Adya berfikir untuk pulang saja. Namun, sebelum balik pulang, pintu rumah terbuka.

    "Adya!" seru Erlin keheranan.

    Adya diam. Erlin pasti marah karena Adya menghindarinya terus, pikirnya dalam hati.

    "Ini untuk kamu kata Adya ragu. Ia menunjukkan tas kain yang ia bawa pada Erlin. Wajah Erlin berseri-seri ketika melihat isinya.

    "Bagus sekali!" ucap Erlin tulus.

    Adya melongok ke dalam rumah. Beberapa perabotan di rumah Erlin sudah di tutup kain putih. Dua buah koper besar tergeletak tak jauh dari pintu kamar orangtuanya.

    "Maaf, aku sudah menjauhimu, ya, lin," kata Adya sambil menunduk.

    Seharusnya, Adya membantu Erlin sebisanya. Mengpaki baju-baju Erlin, atau membantu bersih-bersih. Bukan malah menjauhi sahabatnya itu.

    Erlin tersenyum, lalu memeluk Adya. Benar kata Rena, Erlin pasti mengerti kalau Adya sedang bersedih. Bukan marah. "Kita masih teman kan?" goda Erlin. 



    Adya mengangguk mantap. "Selalu dan selamanya."

    Nanti, Adya akan sering mengirim pesan untuk Erlin. Bercerita tentang apa saja, seperti ketika Erlin masih ada di sini.

    Hati Adya lega sekali. Erlin akan tetap menjadi teman terbaiknya. Seperti kepada bundanya dan Rena, meski terpisah jauh, sahabat akan selalu ada di hati. Adya percaya itu.

------














sumber : majalah bobo,edisi L, 23 juni 2022



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan