DONGENG : Timus Mas dari Jawa Tengah
Suatu hari, raksasa yang kebetulan lewat mendengar doa Mbok Sarni. Dengan suaranya yang menggelegar, raksasa itu bertanya, “Hei wanita tua! Apakah kau sungguh-sungguh menginginkan seorang anak?”
Mbok Sarni terkejut. Dengan gemetar, ia menjawab, “Benar sekali. Aku mendambakan seorang anak yang bisa menemaniku. Namun sepertinya hal itu tak mungkin, usiaku sudah tua, dan suamiku telah meninggal.”
“Ha… ha… ha… aku bisa mengabulkan keinginanmu dengan mudah, tapi tentu ada syaratnya. Apakah kau bersedia?” tanga si raksasa.
“Baiklah, aku bersedia,” sahut Mbok Sarni menjawab walau hatinya takut melihat sosok raksasa yang besar dan seram.
“Peliharalah anak yang kuberikan padamu nanti. Beri ia makan yang bangak supaya gemuk. Aku akan menjemputnya saat ia berusia 6 tahun.” Ucap si Raksasa menggelegar.
“Menjemputnya? Untuk apa?” tanya Mbok Sarni heran.
“Tentu saja untuk kumakan. Anak yang gemuk adalah hidangan yang paling aku sukai. Ha… ha… ha…”, raksasa tergelak. Suaranya menggelegar menggetarkan hutan yang tadinya sepi.
Tidak ada pilihan lain, Mbok Sarni menerima syarat tersebut. Raksasa itu memberinya segenggam biji mentimun untuk ditanam.
Mbok sarni pun mengikuti saran si Raksasa untuk menanam biji mentimun yang didapatkanya. Biji itu tumbuh dan berbuah dalam waktu singkat, dalam beberapa hari saja pohon mentium tumbuh dengan buahnya yang sangat besar siap untuk dipanen. Betapa terkejutnya Mbok Sarni ketika sedang memetik salah satu mentimun, di hadapannya terdapat bayi perempuan yang cantik. Bayi itu dinamai Timun Mas, karena ia lahir dari mentimun yang berwarna keemasan.
Hari ini Timun Mas genap berusia 6 tahun. Mbok Sarni ingin memasak nasi kuning sebagai ucapan syukur. Ketika ia sedang sibuk di dapur, Bumi bergetar. Buumm… bumm… buumm… seperti langkah kaki raksasa. “Gawat, raksasa itu sudah datang. Untung Timun Mas sedang pergi. Aku harus mencari akal untuk mengusir raksasa itu,” kata Mbok Sarni dalam hati
“Hai, Ibu Tua… keluarlah! Mana anakmu?” teriak raksasa itu.
Mbok Sarni cepat keluar menghampiri si Raksasa, “Sabar, aku akan menyerahkannya padamu, tapi
apakah kau mau? Tubuhnya masih kecil dan kurus, aku rasa ia belum cukup lezat untuk kau makan,”
“Hah? Berarti kau tidak menjaganya dengan balk! Mana anak itu?” teriak raksasa lagi.
“Ia sedang pergi. Percayalah padaku, kembalilah dua tahun lagi, aku jamin ia sudah gemuk,” jawab Mbok Sarni. Raksasa itu percaya pada perkataan Mbok Sarni. “Dua tahun bukanlah waktu yang lama,” pikirnya.
Sepeninggal raksasa, Mbok Sarni mencari akal untuk menyelamatkan Timun Mas. Ia juga berdoa supaya Tuhan memberinya jalan keluar. Suatu malam, Tuhan menjawab doanya. Mbok Sarni bermimpi bertemu dengan seorang pertapa di gunung. Pertapa itu menguruh Timun Mas untuk menemuinya. Ia akan menolong Timun Mas. Saat Mbok Sarni terbangun, ia merasa tak ada salahnya untuk mencari pertapa itu. Ia lalu menceritakan semuanya pada Timun Mas, termasuk perjanjiannya dengan raksasa. Timun Mas memang anak pemberani, ia tak takut ketika tahu bahwa raksasa akan menyantapnya. Timun Mas bertekad untuk menemui pertapa di gunung. Sebelum berangkat, ia memohon restu pada ibunya.
Setelah berhari-hari mendaki, Timun Mas akhirnya mencapai puncak gunung. Ia melihat seorang lelaki tua berambut putih dan berjubah putih. “Permisi, Kek. Namaku Timun Mas. Ibuku bilang, Kakek akan membantuku melawan raksasa jahat yang hendak menyantapku,” sapa Timun Mas.
“Oh, kau yang bernama Timun Mas? Ya, aku memang mendatangi ibumu lewat mimpi. Cucuku, jika raksasa itu kembali, berlarilah dengan kencang,” pesan si pertapa itu.
“Langkah kakinya lebar, aku pasti mudah tertangkap,” kata Timun Mas heran.
“Ambillah empat buah bungkusan kecil ini. Lemparkan satu persatu ketika kau melarikan diri,” jawab pertapa itu dengan tegas.
Timun Mas paham. Ia lalu pamit pulang.
Dua tahun berlalu. Saatnya raksasa kembali untuk mengambil Timun Mas. Benar saja, tiba-tiba terdengar langkah kaki dan teriak dan teriakan menggelegar, “Mbok Sarni! Mana anakmu? Aku sudah lapar!” teriaknya.
“Kumohon, jangan makan dia,” pinta Mbok Sarni.
“Enak saja. Kau sudah berjanji, kau tak boleh mengingkarinya!” jawab raksasa. Dengan terpaksa, Mbok Sarni membawa Timun Mas menemui raksasa itu.
Timun Mas berbisik padanya, “Jangan khawatir, Bu.”
“Hahaha… wah… ibumu benar-benar merawatmu dengan baik. Badanmu cukup berisi, pasti dagingmu nikmat sekali.”
Timun Mas menjawab, “Dasar raksasa rakus, makanlah aku jika bisa!”
Setelah berkata demikian, Timun Mas lari sekencang-kencangnga. Dengan marah, raksasa itu segera mengejarnya. Timun Mas terus berlari dan berlari. Namun, ia mendengar Iangkah kaki raksasa itu semakin mendekat.
Timun Mas segera membuka bungkusan pemberian kakek pertapa itu. Bungkusan pertama, ternyata berisi biji mentimun. Ia melemparkannya ke arah raksasa. Keajaiban pun terjadi. Biji mentimun itu berubah menjadi ladang timun yang buahnya sangat banyak. Langkah raksasa tertahan oleh ladang timun itu. Dengan susah payah ia harus melewati rintangan dan batang-batang pohon yang meliliti tubuhnya. Namun, ia berhasil meloloskan diri. Ia bertambah marah.
Timun Mas menoleh ke belakang, “Gawat, ia berhasil lolos. Aku harus segera membuka bungkusan kedua,” pikirnya. Bungkusan kedua itu berisi jarum. Timun Mas melemparkan jarum- jarum itu. Apa yang terjadi? Jarum-jarum itu berubah menjadi pohon-pohon bambu yang tinggi dan berdaun lebat. Raksasa harus bekerja keras menerobos pohon-pohon bambu itu. Badannya terluka karena tergores batang-batang bambu. Meskipun tubuhnya berdarah, ia pantang menyerah. Justru larinya semakin kencang setelah berhasil melewati hutan bambu yang dibuat Timun Mas. Ia kesal karena dipermainkan oleh Timun Mas.
Timun Mas membuka bungkusan ketiga. Sambil terus berlari, ia me lemparkan isi bungkusan itu, yaitu garam. Lagi-lagi keajaiban terjadi. Garam itu berubah menjadi lautan yang luas. Namun, lautan itu tak menjadi penghalang bagi raksasa. Ia berenang melintasi lautan itu, dan berhasil mencapai tepi. Raksasa mulai kelelahan, tapi mengingat lezatnya daging Timun Mas, ia kembali bersemangat berlari.
Timun Mas ketakutan melihat kekuatan raksasa itu. Bungkusan ter akhir adalah harapan satu-satunya. Sambil berdoa, Timun Mas membuka bungkusan keempat. Isinya terasi. Sekuat tenaga, Timun Mas melemparkan terasi itu ke arah raksasa. Apa yang terjadi? Terasi itu berubah menjadi lautan lumpur yang panas mendidih. Raksasa yang berlari kencang tak dapat menghentikan langkahnya. Ia pun terperosok ke dalam lumpur. Ia berteriak dan meronta. Namun semakin ia meronta, semakin dalam lumpur itu mengisap tubuhnya. Ia akhirnya tenggelam ke dalam lumpur panas.
Timun Mas menghentikan langkahnya. Ia lega karena berhasil menyelamatkan diri. Dengan kelelahan ia berjalan pulang ke rumahnya.
Mbok Sarni, yang terus menangis sepeninggal Timun Mas, sangat bahagia melihat kepulangan putrinya. Mereka berpelukan dan mengucap syukur pada Tuhan atas pertolonganNya. Sejak saat itu, Mbok Sarni hidup bahagia bersama Timun Mas.
Sumber : https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-timun-mas-dari-jawa-tengah/
Komentar
Posting Komentar