CERPEN : Hadiah yang Aku Mau
Sudah hampir seminggu, Ibu tidak bisa pergi berjualan. Ibu demam dan lemas. Ibu bilang tulang-tulangnya terasa ngilu. Bunga-bunga dagangan Ibu yang biasanya dijual di pasar juga sudah busuk dan tidak bisa dipakai.
Rani sangat khawatir dengan kondisi ibunya. Beberapa hari yang lalu sudah ke puskesmas tapi pagi ini kondisi Ibu belum membaik.
“Bu, Rani ten masuk nggih (tidak bersekolah). Rani mau jaga Ibu di rumah aja,” kata Rani.
“Jangan Ran, kamu harus sekolah supaya pinter. Ibu bisa sendiri kok di rumah,” jawab Ibu. “Ayo mandi Ran, nanti terlambat,” kata Ibu sambil menuntun Rani ke kamar mandi.
Rani sangat sayang pada ibunya. Selama ini mereka hanya tinggal berdua. Baru kali ini Ibu sakit sampai berhari-hari, biasanya hanya pusing sebentar. Hal inilah yang membuat Rani begitu khawatir.
Namun, Rani tidak ingin membuat Ibu kecewa, jadi ia tetap berangkat ke sekolah seperti yang diminta oleh Ibu. Dari perjalanan ke sekolah hingga di dalam kelas, Rani selalu memikirkan Ibunya. Ia tidak bisa berkonsentrasi belajar.
“Ran, kok sedih terus dari tadi?” tanya Bu Guru Mika.
“Ibu sakit sudah seminggu Bu,” jawab Rani.
“Sakit apa Ran? Sudah ke dokter?” tanya Bu Mika.
“Sebenarnya Rani nggak tau Bu nama sakitnya, tapi Ibu lemas sekali. Sudah pernah ke puskesmas Bu, tapi belum membaik padahal obatnya sudah mau habis.”
“Hoo begitu, sepertinya perlu ke dokter lagi ya Ran,” kata Bu Mika.
Rani pun ingin pergi ke dokter lagi bersama Ibu, tapi pasti Ibu menolak karena sisa tabungan sedikit dan tidak ada pemasukan sejak ibu istirahat berjualan lagi.
Rani kembali ke rumah dan segera memeluk ibunya. Badan Ibu masih terasa hangat. Walaupun lemas, Ibu tetap memasak makan siang untuk Rani. Mereka pun makan berdua. Ia makan sangat sedikit dan bergegas tidur karena merasa pusing. Ketika Ibu tidur, Rani cepat-cepat pergi ke pasar. Ia bertekad akan berjualan sore ini untuk mendapatkan uang ke dokter.
Sesampainya di pasar, Rani bingung harus apa. Biasanya ketika ia menemani Ibu berjualan bunga, di tempat itu sudah ada beberapa karung bunga yang siap dijual untuk membuat canang (sarana persembahyangan umat Hindu di Bali). Namun, ketika sampai di pasar, tempat itu bersih taka ada karung-karung bunga.
“Raaaniiiii,” panggil seseorang. Ia mengenali orang itu, dia teman Ibu yang juga berjualan di pasar ini.
“Kok sendirian Ran, Ibu mana? Sudah lama bibi tidak lihat,” kata Bi Atun.
“Ibu sakit Bi. Rani mau jualan supaya dapat uang untuk berobat Ibu,” kata Rani berharap Bi Atun bisa membantu. Bi Atun pun bergegas menggiring Rani. “Hayo ikut bibi saja Ran, jangan berkeliaran sendiri di pasar,” kata Bi Atun.
Sore itu, Rani bekerja membantu Bi Atun, tepatnya menemani Bi Atun karena semua pekerjaan sudah dikerjakan sendiri.
“Bi, Rani mau bantu untuk berobat Ibu,” kata Rani yang bingung karena tak melakukan apa-apa.
“Iya, kamu temani bibi saja, cukup tersenyum kepada semua pembeli dan bilang terima kasih,” jawab Bi Atun sambil sibuk membungkus bunga. Rani pun menuruti kata Bi Atun. Ia menyapa setiap orang yang mendekat, tersenyum, dan bilang terima kasih.
Sekitar jam 5, Bi Atun mulai berkemas-kemas pulang. “Nah Ran, kamu pulang duluan saja, sudah sore. Nanti Ibu kamu bingung cari kamu dimana,” kata Bi Atun. “Ini bawa ini untuk berobat Ibu ya. Ini hadiah dari Bibi karena Rani jadi anak baik, kata Bi Atun,” kata Bibi sambil memberikan amplop pada Rani.
Rani pun bergegas pulang sebelum hari gelap. Selain itu, ia tidak ingin membuat Ibu khawatir karena biasanya Rani tidak pernah bermain lewat jam 5 sore. Di tengah jalan Rani membuka amplop titipan Bi Atun. Rani sangat kaget karena di dalamnya ada uang cukup banyak. Rani pikir, ini pasti cukup untuk ke dokter malam ini. Lebih cepat, lebih baik.
“Ran, kamu dari mana saja Ran?” tanya Ibu.
“Ibu sudah mandi?” tanya Rani balik ke Ibu.
“Sudah Ran,” jawab Ibu.
“Nah, ibu tunggu sebentar ya. Rani mandi dulu,” jawab Rani.
Ibu bingung dengan perilaku Rani. Setelah mandi dan bersiap, Rani bergegas menghampiri Ibu.
“Bu, kita ke dokter ya sekarang. Supaya dapat obat lagi,” kata Rani.
“Ran, tidak perlu Ran,” kata Ibu.
“Harus Bu. Ibu harus cepat sembuh. Ibu yang ajarkan Rani menjaga kesehatan dan berani ke dokter ketika sakit. Ibu tidak usah khawatir, Rani punya uang untuk ke dokter,” kata Rani sambil memberikan amplop pada Ibu.
Ibu kaget melihat Rani punya uang Rp 200.000. “Ran, kamu dapat uang darimana?” tanya Ibu.
“Tadi siang sampai sore, Rani membantu Bi Atun berjualan Bu dan kata Bi Atun, itu hadiah untuk Rani,” jawab Rani. Ibu langsung memeluk Rani.
“Hadih yang Rani mau adalah Ibu cepat sembuh. Ibu mau kan ke dokter?” tanya Rani. Ibupun mengangguk. Mereka bergegas ke dokter terdekat.
Rani selalu berdoa. Semoga Ibu cepat sembuh dan ia akan selalu berusaha.
Sumber : bobo.grid.id
Cerita oleh Putri Puspita | Bobo.ID
Komentar
Posting Komentar