DONGENG : Telur Emas

 Pak Tjung adalah seorang penebang kayu yang sederhana. Setiap hari, ia pergi ke hutan untuk memotong kayu dan menjualnya ke pasar.

Ia bekerja sangat keras dan mendapat cukup uang untuk memberi istri dan anak-anaknya makanan dan pakaian sederhana.

Suatu malam, Pak Tjung bermimpi melihat roh pohon keluar dari lubang di pohon besar. Roh pohon itu adalah seorang nenek berwajah sangat ramah. Nenek itu tersenyum dan melambai padanya. Keesokan paginya, Pak Tjung pergi ke hutan seperti biasa.

"Aku yakin nenek itu tinggal di suatu tempat di hutan ini," pikirnya. "Dia pasti roh pohon, karena aku melihat dia keluar dari pohon."

Maka, Pak Tjung lalu mencari pohon seperti di mimpinya. Setelah berkeliaran selama beberapa waktu, Sergei tiba di sebuah padang rumput kecil.

Ada sebatang pohon besar di sana. Ranting-rantingnya besar dan daun-daunnya hijau cerah. Ada sebuah lubang besar di dahannya yang besar. Sergei segera ingat, pohon itu sama seperti yang ada di mimpinya. Ia yakin, di situlah si peri tinggal.

Sejak saat itu, Sergei selalu datang ke pohon itu setiap hari. Sebelum ia bekerja, ia meletakkan seikat bunga di sana. Kadang, ia bercerita tentang pekerjaannya hari itu atau keadaan keluarganya. Pak Tjung kadang bercerita tentang keinginannya untuk menyekolahkan anak anaknya. Pak Tjung kadang menangis sedih karena selalu kekurangan.

Tak heran, nenek roh pohon itu menjadi sayang padanya. Nenek roh pohon ingin memberi hadiah karena kebaikan hati Pak Sergei.

Suatu sore, Pak Tjung datang ke pohon itu untuk meletakkan hadiahnya yang sederhana. Di tempat ia meletakkan seikat bunga di hari sebelumnya, ia melihat ada sarang burung. Di dalamnya ada tiga butir telur. Bukan telur biasa. Pak Tjung terkejut karena itu adalah telur emas.

Pak Tjung sangat senang. Ia berlutut dan berterimakasih pada peri pohon itu. Pak Tjung ingin segera menjual telur-telur itu.

Ia sudah membayangkan menjadi orang kaya. Ia ingin membayar hutang-hutangnya. Ia juga ingin memperbaiki rumahnya, dan menyekolahkan anak-anaknya.  Pak Tjung membayangkan kehidupannya akan berubah.

Segera Pak Tjung mengumpulkan telur emas itu dan dengan senang hati ia berjalan kembali ke rumah. Sayangnya, nasib buruk mengikutinya! Tiba-tiba, seekor elang menukik dari pohon dan menyambar salah satu telur dari tangannya. Dengan telur di paruhnya, elang itu terbang dan menghilang.

Pak Tjung kehilangan telur pertamanya. Ia sedih dan melanjutkan perjalanannya. Ia mencengkeram dua telur yang tersisa di tangannya. Saat itu, hari sangat panas dan Pak Tjung mulai merasa haus.

Ketika melewati sungai, ia berhenti untuk minum. Dengan hati-hati dia menaruh dua telur emas itu di atas rumput. Ia berlutut dan meraup air jernih di tangannya untuk minum. Namun, tanpa sengaja, tangannya mendorong salah satu telur emas ke dalam air.

Seekor ikan besar naik ke permukaan air dan menelannya. Kemudian menyelam ke dasar sungai. Sergei kini kehilangan telur keduanya. Tukang kayu yang malang itu hampir menangis. Ia menggenggam telur terakhir di dadanya.

Pak Tjung berlari pulang secepat mungkin. Ia tiba di rumah dengan selamat, masih memegang telur emas ketiga. Ketika ia menunjukkannya kepada istri dan anak-anaknya, mereka semua mengagumi telur emas itu.

Pak Yin , tetangga mereka, mendengar teriakan kegembiraan mereka. Ia bertanya-tanya, mengapa keluarga penebang kayu begitu berisik.

“Aku akan mengintip. Apa yang membuat Pak Tjung dan keluarganya gembira!” gumam Pak Yin.

Diam-diam, Pak Yin  merayap di samping pondok dan mengintip melalui retakan di dinding yang tipis. Ia tercengang saat melihat sebuah telur emas besar tergeletak di atas tikar kayu. Cahaya redup lampu minyak membuat telur itu bersinar seperti bulan purnama.

"Telur emas yang luar biasa!" pikir Pak Yin . "Telur itu harus jadi milikku!” tekatnya jahat.

Setelah beberapa waktu, tetangga serakah itu melihat Pak Tjung menyimpan telur yang berharga di sebuah toples. Ketika Pak Tjung dan keluarganya tertidur lelap, Pak Yin  masuk dan mencuri telur itu.

Pak Tjung sangat sedih saat melihat telur emas terakhirnya hilang. Semua impian dan harapannya pun hilang. Tidak ada yang bisa dilakukannya lagi selain mengambil kapaknya dan kembali ke hutan untuk memotong kayu.

Ketika dia pergi mengunjungi pohon peri lagi, dia menceritakan apa yang terjadi padanya. Namun Pak Tjung malu untuk meminta hadiah lagi. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena perbuatannya yang ceroboh.

Saat berjalan pulang, Pak Tjung melewati sebatang pohon mangga. Ia melihat  ada beberapa buah mangga yang matang. Ia lalu memanjat pohon dan memetik mangga beberapa butir.

Pada saat itu, tangannya tiba-tiba menyentuh sarang burung. Ia melihat ke dalam sarang itu dan berteriak gembira. Di sana, ada telur emas pertamanya.

“Ya ampuuun…, terimakasih!” serunya penuh rasa syukur.

Ia mengambil telur itu dari sarang dan berlari pulang. Di rumah, kejutan lain menunggunya. Putra tertuanya telah memancing di sungai dan menangkap ikan besar. Ketika istrinya memotong ikan untuk membersihkannya, dia melihat sesuatu yang berkilau di dalamnya. Itu adalah telur emas kedua.

Pak Tjung kini memiliki dua telur emasnya kembali. Mereka berteriak penuh sukacita. Warga desa tetangganya datang dan bertanya padanya. Pak Tjung segera menceritakan kisahnya tentang telur emas.

"Aku yakin, telur ketiga akan dikembalikan padaku. Roh peri itu tahu segalanya. Dia tahu, burung mana yang merebut telur pertama. Ikan mana yang menelan telur kedua. Pasti dia tahu siapa yang telah mencuri telur ketiga milikku,” kata Pak Sergei.

Pak Yin  juga ada di antara kerumunan. Ketika dia mendengar tentang dua mukjizat itu, dia menjadi sangat ketakutan. Malam itu, dia merayap ke pondok Pak Sergei, ia menjatuhkan telur emas itu ke dalam toples. Dan esok paginya, Pak Tjung girang karena telur ketiganya telah kembali.

Impian Pak Tjung pun tercapai. Ia menjadi kaya dan dapat menyekolahkan anak anaknya. Ia tak lupa berkunjung ke tempat nenek roh  pohon untuk mengantarkan bunga. Ia juga selalu menolong sesama tukang kayu miskin di desanya.









Sumber : bobo.grid.id

Cerita oleh: Dok. Majalah Bobo. Ilustrasi: Dewi Tri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan