DONGENG: Meilan di Negeri Ondelo

 "Auw, sakit! Apa ini?" Meilan langsung memeriksa jempol kakinya. Ternyata, jempolnya tertusuk benda kecil berwarna perak. Meilan langsung mematahkan benda tersebut, lalu membuangnya jauh-jauh. "Ihh, bikin kesal saja!"

Byaarr, tiba-tiba muncul cahaya terang seperti lampu kilat kamera.

"Aaarrgh, kamu mematahkannya! Sekarang bagaimana ini? Pertinya sudah tidak dapat dibuka." Terdengar suara bersamaan dengan kilatan cahaya tersebut.

Meilan menatap ke arah cahaya dan sumber suara tersebut. Tiba-tiba muncul kurcaci berbaju merah.

"Astaga, kamu siapa, kenapa marah-marah begitu padaku?" tanya Meilan.

"Aku Caca. Kamu harus ikut aku, kamu harus bertanggung jawab, karena kamu sudah mematahkan kunci peti itu tadi!" ujar kurcaci itu marah.

"Kurcaci ap...." Byaarr. Belum selesai Meilan berkata, sekelilingnya berubah menjadi terang benderang. Meilan menutup matanya karena silau.


***


Tak lama, Meilan membuka kembali matanya. Ia sangat terkejut. Di sekelilingnya, tampak kerumunan kurcaci. Semua menatap marah pada Meilan. Kurcaci yang ada tepat di depan Meilan, tampak berjenggot putih dan tebal.

"Pak Ketua Paco, anak ini sudah mematahkan kunci pembuka peti pewarna kue onde kita," kata Caca pada kurcaci berjenggot putih itu, sambil menunjuk ke arah Meilan. Mereka semua memandang kesal pada Meilan.

"Aaarrrgh, kamu tahu tidak, apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu bisa mendatangkan bencana bagi desa kami, Desa Ondela!" kurcaci berjenggot putih tebal yang dipanggil Pak Ketua Paco memarahi Meilan.

"Maaf, aku tidak tahu kalau benda tajam itu kunci. Aku juga tidak tahu kalau benda itu penting," ucap Meilan. Ia baru tahu kalau kini ia berada di desa kurcaci yang bernama Desa Ondelo.

Meilan lalu bercerita. Dia sedang kesal, karena batal berenang bersama teman-temannya. Meilan harus ikut acara tradisi keluarga makan onde di rumah Tante Fangfang. Saat Meilan ke taman rumah tantenya, ada sebuah benda menusuk kakinya.

"Kenapa tidak dibongkar saja petinya?" usul Meilan.

"Tidak bisa. Kalau peti ini rusak, maka desa kami akan mendapat celaka," keluh Caca.

Kepanikan melanda seluruh desa Ondelo. Peti besi berisi  tepung pewarna hijau kue onde tidak dapat dibuka. Itu artinya, pesanan kue Onde Raja Niamboi tidak dapat dipenuhi. Kalau Raja Niamboi marah, ia bisa membuat Desa Ondelo dan seluruh kurcaci di desa itu membeku.

Para kurcaci di desa itu mencoba segala cara untuk menggantikan  tepung pewarna hijau tersebut. Berbagai pewarna pengganti mereka usulkan kepada kurcaci Paco, Kepala Desa Ondelo. Mulai dari sirup, pewarna kaos kaki, sampai dengan cat air untuk menggambar. Tentu saja semua ditolak oleh Paco.

"Aduh, bagaimana ini? Kalau pesta makan kue onde malam ini gagal, maka Desa Ondelo dan kami semua akan membeku selama-lamanya," kurcaci Caca terisak sedih.

Melian tercenung. TIba-tiba dia melihat sesuatu. "Apakah tas di pinggangmu itu dari daun pandan, Ca?"

"Iya, dari daun pandan yang berdaun lebar. Disini ada juga yang berdaun kecil. Tapi, tidak berguna, selain hanya baunya harum," jelas Caca.

Meilan tersenyum senang. "Ayo, tunjukkan padaku tempatnya. Bawa keranjang besar!"

Caca lalu mengajak Meilan masuk ke hutan desa. Ternyata di sana banyak tumbuh pohon pandan berdaun lebar dan pandan berdaun kecil. Meilan segera mengajak Caca untuk memetik daun pandan berdaun kecil.

"Ini untuk apa, Meilan? Kan, tidak berguna?" tanya Caca heran.

"Ini namanya daun pandan suji, Ca! Daun ini bisa dibuat menjadi pewarna makanan," jelas Meilan. "Yuk, kita harus bergegas!"

"Wah... akhirnya!" seru Caca gembira.

Setelah keranjang penuh, Meilan mengajak Caca pulang. Meilan ingin segera mengolah daun pandan suji, untuk menebus rasa bersalahnya.

"Ya, ampun! Ada bunga kembang sepatu!" seru Meilan saat perjalanan pulang. Tampak kembang sepatu berwarna ungu dan pink.

"O iya, sekarang memang musimnya bunga itu berkembang," ujar Caca.

"Ayo, bantu aku lagi untuk memetiknya, Ca! Ini juga bisa untuk pewarna makanan. Tanteku selalu menggunakannya untuk mewarnai kue ondenya. Bunga itu menghasilkan warna ungu dan pink."

Walau tampak bingung, Caca menuruti ucapan Meilan. Dengan sigap, dia membantu Meilan  memetik kembang sepatu itu.

"Aduh, lelah juga ya!" seru Caca. "Kita istirahat dulu, yuk! Masih ada waktu sedikit sebelum kita mengolah semua ini menjadi pewarna onde."

Meilan hanya mengangguk sambil duduk di sebelah Caca.

"Nih, jeruk untukmu. kebetulan, tadi aku mengantongi dari rumah," Caca memberikan sebuah jeruk kepada Meilan.

"Wow.. jeruk. Aku ingat sekarang! Kulit jeruk juga bisa kita pakai!" seru Meilan senang.


***


"Wow, luar biasa, kue ondenya warna-warni. Selama ini, kami hanya memakai warna hijau saja. Sekarang, ada warna pink, ungu, dan oranye. Rasanya pun lebih enak dan wangi." Raja Niamboi terkagum-kagum dengan sajian kue onde yang dibawa oleh kurcaci-kurcaci Desa Ondelo.

"Ini semua resep dari Meilan, paduka," Paco tersenyum melirik pada Meilan.

"Iya Raja, hamba menebus kesalahan karena telah mematahkan kunci peti penyimpanan tepung pewarna alami. Aku mengajak Caca mencari pewarna alami. Warna hijau dari daun pandan suji, warna pink, dan ungu dari kembang sepatu, dan warna oranye dari jeruk," Meilan menjelaskan dengan penuh semangat.

Raja Niamboi senang sekali dan berterima kasih pada Meilan. "Ayo, tambah lagi kue ondenya, Meilan!"

Meilan mengambil semangkok lagu kue onde. Saat Meilan memakannya, tiba-tiba dia sudah berada kembali di taman rumah Taman Fangfang. Meilan berlari ke dalam rumah, dia melihat seluruh keluarganya lengkap di rumah makan.

"Aku sayang kalian semua, aku sangat sayang keluargaku!" seru Meilan kepada semua anggota keluarganya.



Sumber: Majalah Bobo Edisi 02 | 15 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan