DONGENG: Bintang Untuk Lowi

Hari ini Pak Topi Kerucut membawa jepit warna-warni. Para kurcaci berlari kesenangan menuju Pak Topi Kerucut. Guru para kurcaci itu akan membagikan jepit untuk murid-muridnya.

“Satu orang satu jepit, ya!” pinta Pak Topi Kerucut.

“Aku mau yang warna hijau!” Clody kurcaci berteriak riang.

Lalu, satu per satu para kurcaci mengambil bagiannya. Jepit terakhir jatuh ke tangan kurcaci di barisan terakhir.

“Kenapa hitam, sih? Hitam itu, kan, jelek! Tidak menarik!” gerutu Lowi.

“Siapa bilang?” celetuk Pak Topi Kerucut. “Masing-masing warna akan membawa keajaiban.”

Lowi tetap cemberut.

“Murid-murid, silakan berbuat kebaikan. Satu bintang akan muncul setiap kalian melalukan satu kebaikan. Kumpulkan bintangmu!” kata Pak Topi Kerucut sambil tersenyum penuh arti.

“Lalu, gantungkan setiap bintangmu dengan jepit ini. Siaaappp?” teriaknya dengan nada penuh semangat.

“Siaaaaap…!” seru para kurcaci.

“Aku, sih, kurcaci yang paling baik di sini,” celetuk Clody bangga. “Pasti bintangku yang paling banyak!”

“Satu bintangmu akan dihapus, Clody!” tegas Pak Topi Kerucut.

Semua terkejut. Para kurcaci berbisik riuh. Mereka bertanya-tanya.

“Setiap satu keburukan, akan menghapus satu bintang. Sombong adalah perbuatan yang buruk,” jelas Pak Topi Kerucut.

Clody baru sadar, ia telah mengucapkan kata-kata yang sombong. Ia menyesal kehilangan satu bintang. Lowi melihat jepit hitam di tangannya. Ia menjadi khawatir. Apakah mungkin jepit hitam ini akan membawa keajaiban?

Begitu bel tanda kelas berakhir, Lowi berjalan menuju taman sekolah. Beberapa dedauan kering mengotori bangku taman. Sebelum duduk, ia menyapu dedaunan itu dengan tangannya.

“Hei, kenapa kau mengganggu istirahatku, Lowi?” Lowi tersentak kaget.

“Siapa yang berbicara itu?” Ia menoleh ke sana ke mari mencari sumber suara.

“Lihat ke bawah, Lowi! Aku ada di dekat sepatumu,” kata suara itu lagi.

Lowi melihat ke bawah. Saat itulah ia melihat sehelai daun kering. Daun kering berdiri, kemudian membungkukkan badannya samas seperti memberi salam.

“Kau bisa hidup?” tanya Lowi sambil menaruh daun kering di atas telapak tangan.

“Kenalkan, namaku Daun Kering. Aku akan menceritakan sesuatu padamu, Lowi,” kata Daun Kering.

Lowi lalu duduk di bangku taman sambil membawa Daun Kering.

“Kau ingin cerita apa?” tanya Lowi.

“Waktu aku masih ada di atas pohon, temanku banyak. Setiap hari kami bermain dengan riang,” kenang Daun Kering.

“Sampai akhirnya, musim kering melanda. Aku jatuh karena tidak sanggup bertahan di ranting kering.”

Lowi mendengarkan cerita Daun Kering dengan sungguh-sungguh.

“Dari bawah, aku melihat teman-temanku. Mereka masih bertahan, walaupun dengan susah payah. Akhirnya, hujan yang kami nantikan tiba.”

Suasana hening sejenak.

“kau tahu Lowi, hujan itu berasal dari mana?”

“Tentu saja dari kumpulan awan hitam!” jawab Lowi mantap.

“Hitam?” Lowi mengulangi ucapannya sendiri. Pandangannya beralih pada jepit hitam di tangan kirinya. Wah, ternyata ada juga benda hitam yang membawa kebaikan. Misalnya, awan hitam, pikir Lowi.

Daun Kering melanjutkan ceritanya sambil tersenyum,

“Sebentar lagi, aku pun akan menjadi hitam. Tubuhku akan membantu teman-temanku bertahan hidup.”

Lowi kurang mengerti maksud Daun Kering. Dengan berubah warna menjadi hitam, Daun Kering jadi bisa membantu teman-temannya bertahan hidup? Ah, apa hubungannya, pikir Lowi.

Kini, Lowi menceritakan pengalamannya hari itu pada Daun Kering.

“Hari ini, aku datang terlambat ke sekolah,” keluhnya. “Padahal, hari ini Pak Topi Kerucut membagi-bagikan jepit. Aku ada di barisan terakhir, sehingga kebagian jepit terakhir berwarna hitam. Jepit hitam ini jadi milikku.”

Daun Kering mendengarkan cerita Lowi dengan sungguh-sungguh.

“Menurut aku, hitam itu warna yang jelek. Aku suka warna-warni yang cerah. Tapi, setelah mendengar ceritamu, aku jadi sadar. Kadang, warna hitam juga bagus. Seperti si awan hitam yang menurunkan hujan. Dia menyelamatkan pohon-pohon yang kekeringan,” ucap Lowi lagi.

Lowi lalu menatap Daun Kering. Ia jadi penasaran. “Sekarang ini, tubuhmu kan berwarna cokelat. Bagaimana cara tubuh cokelatmu berubah menjadi hitam, Daun Kering?”

Daun Kering gembira karena Lowi tertarik pada ceritanya tadi.

“Kau lihat saja pepohonan dengan daun-daun hijau. Kau akan temukan jawabannya,” ucap Daun Kering bijak.

Lowi menatap pepohonan di dekar situ yang daun-daunnya masih hijau. Pepohonan menjadi hijau, pasti karena mendapatkan cukup air dan makanan. Dan makanan pepohonan adalah pupuk. Yaa, pupuk kandang dari kotoran hewan. Atau pupuk kandang dari daun-daun yang membusuk.

“Kau sudha tahu cara aku menjadi hitam, kan? Sekarang, aku minta bantuanmu untuk mengubahku menjadi hitam,” kata Daun Kering.

Bergegas Lowi menuju sudut taman. Ia baru ingat, Pak Topi Kerucut pernah mengajari murid-muridnya cara membuat pupuk kompos dari dedaunan kering. Lowi mengambil cangkul di dalam gudang, lalu membuat sebuah lubang kecil. Kemudian, ia memasukkan Daun Kering di sana.

“Terima kasih. Akhirnya, kau engerti maksudku, Lowi. Sekarang, aku bisa bermanfaat untuk teman-temanku dengan menjadi pupuk kompos,” ucap Daun Kering. Lowi menimbun sebagian tubuh Daun Kering dengan tanah. Tiba-tiba, muncul sebuah bintang dengan sinar benderang dari dalam tanah. Itu bintang untuk Lowi. Satu bintang untuk satu kebaikan. Seperti kata Pak Topi Kerucut, masing-masing warna akan membawa keajaiban. Lowi tersenyum senang. Besok, ia akan menggantungkan bintang dengan jepit hitam yang ia miliki. Si Hitam pun mempunyai keajaibannya sendiri.

 

 

 

Sumber: Majalah Bobo Edisi 50|18 Maret 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan