DONGENG: Drogo, Raksasa Serakah

Dahulu kala, di tepi hutan sebuah desa, hiduplah raksasa yang serakah. Ia bernama Drogo. Ia suka sekali makan buah dan ternak milik penduduk desa. Pisang, pepaya, mangga… bukannya satu butir atau satu keranjang, namun Drogo melahap satu ladang buah-buahan itu.

Ia juga suka makan ayam, kambing, bebek, domba… bukannya seekor atau sepuluh ekor, namun Drogo melahap satu peternakan. Drogo juga suka menakut-nakuti anak-anak desa sampai mereka lari terbirit-birit.

Di desa itu, ada seorang anak lelaki pemberani bernama Gada. Suatu hari, Gada mulai kesal dan bosan dengan tingkah Drogo. Gara-gara Drogo, anak-anak jadi takut bermain di luar. Warga desa juga jadi hidup miskin karena hasil ladang dan ternak mereka habis dimakan Drogo.

Sambil membawa sebuah tas selempang berisi penuh, Gada datang ke hutan tempat Drogo tinggal. Setiba di dekat Drogo, Gada bertolak pinggang dan memeloroti Drogo.

“Hentikan perbuatan jahatmu, Drogo! Kalau tidak, aku akan mengusirmu dari hutan ini!” seru Gada.

Drogo terkejut melihat keberanian anak itu. Ia balas memelototi Gada.

“Sebelum kau mengusirku, aku akan melahapmu!” balas Drogo, lalu tertawa terbahak-bahak.

“Kalau kau memakan aku, aku akan membuat kamu sakit perut parah. Aku punya sihir yang bisa membuatmu sakit perut paling parah di dunia!” ancam Gada.

“Oo yaa? Apa kamu bisa? Aku yakin, kau tak bisa menyakitiku! Kamu cuma anak kecil yang tak bertenaga!” Drogo si raksasa serakah menjilat bibirnya dan siap melahap Gada.

Dan dengan gerakan cepat ia menangkap Gada. Lalu memasukkan Gada ke mulutnya bulat-bulat.

Namun, Drogo sangat terkejut karena ia tidak mendengar teriakan ketakutan Gada. Anak itu malah tertawa keras sambil meluncur turun di kerongkongan Drogo.

“Apa yang ditertawakan anak itu? Kenapa dia takut kutelan?” gumam Drogo heran. “Apakah anak itu betul-betul punya sihir yang bisa bikin aku sakit perut? Rasa tidak mungkin,” pikirnya lagi.

Drogo lalu berbaring tidur sambil bersender di bukit batu.

Sementara itu, Gada mulai sibuk di dalam perut Drogo. Gada ternyata membawa banyak sekali bungkusan permen letup di tas selempangnya. Di desa Gada, memang sedang ada permen model baru. Permen itu dibeli pemilik warung di kota besar.

Permen itu berbentuk bubuk rasa buah. Jika diletakkan di lidah dan basah terkena air liur, permen akan meletup-letup dan membuat mulut geli.

Anak-anak desa suka sekali makan permen itu. Tadi pagi, Gada menceritakan rencananya melawan Drogo pada teman-temannya. Akhirnya, semua anak desa menyumbangkan persediaan permen letup mereka pada Gada sebagai sejata. Gada mendapat sumbangan hampir 100 bungkus permen letup. Ia juga mendapat pinjaman helm motor dari anak pak kepala desa.

Nah, di perut Drogo, Gada segera memakai helm. Ia lalu mengambil bungkusan permen letup dari tas selempangnya. Ia membuka bungkusan satu per satu.

Bubuk permen letup yang ditabur Gada di perut Drogo, kini mulai bereaksi. Tup tup! Pletak pletak pletuk!

Semakin banyak permen letup yang ditabur, semakin besar letupan di perut Drogo raksasa.

“Ooo perutku… kenapa seperti ada petasan di perutku?” seru Drogo yang terbangun kaget.

Raksasa itu segera berdiri sambil memegang perutnya. Letupan di perut Drogo semakin besar. Drogo berlari ke tepi danau untuk minum. Saat menunduk di tepi danau, Drogo merasa ingin bersendawa. Dan…

“Uuuggghhh…” Drogo bersendawa dengan bunyi besar sekali.

Bersamaan dengan itu, Gada terlempar keluar.

BYUUR… Gada tercebur ke danau. Ia segera sembunyi di balik daun-daun teratai yang menutupi permukaan danau. Drogo tidak memerhatikan kalau Gada sudah terlempar keluar dari perutnya. Tuk! Pletak pletuk! Permen-permen letup terus meletup di perut Drogo.

“Ooo…jangan-jangan anak kecil itu tidak bohong! Dia memang penyihir dan sudah menyihir perutku penuh dengan petasan!” seru Drogo ketakutan. Ia segera minum air danau sebanyak-banyaknya.

Namun, semakin banyak air masuk, bubuk permen letup semakin meletup di perut Drogo. Raksasa itu akhirnya pergi lari dari tempat itu. Ia tidak bersani lagi datang ke desa itu. Tidak mau lagi tinggal di tepi hutan itu. Ia takut jika sihir di perutnya semakin parah.

Gada kembali ke desanya dengan wajah berseri. Teman-temannya menyambutnya dengan gembira.



Sumber: Majalah Bobo edisi 19 (13 Agustus 2020)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan