CERPEN: Dudi yang Berbudi

 Sudah satu minggu ini, Dion naik sepeda saat pergi ke sekolah. Kedua orangtuanya tidak bisa mengantar jemput. Untungklah, Dion punya teman seperjalanan bernama Dudi, anak baru pindahan dari ibukota. Dudi mempunyai kebiasaan unik. Saat berangkat sekolah, ia selalu memberikan sebungkus nasi kepada pemulung atau pengemis di jalan. Dion jadi penasaran dan bertanya.

"Di, mamamu yang nyuruh kamu untuk memberikan nasi kepada pemulung, ya?" tanya Dion saat jam istirahat.

Dudi menggeleng. Dion hendak bertanya lebih lanjut, tetapi bayangan sosis di kantin menari-nari di depan matanya.

"Ke kantin yuk!" ajak Dion.

"Aku bawa bekal," jawab Dudi sambil mengeluarkan kotak makannya. "Mau cicip?"

Aroma legit bumbu kacang tercium hidung Dion. Kotak makan Dudi berisi nasi, bayam, tauge rebus, bumbu pecel, serta ayam goreng. Dion menggelengkan kepalanya.

"Aku enggak suka pecel. Aku ke kantin dulu, ya." ucap Dion.

Tak lama kemudian, Dion datang membawa tiga sosis goreng berlumur saus tomat. Ia mendekati Dudi yang sedang lahap menyantap nasi pecelnya.

"Tiap hari kamu bawa bekal, ya? Aku sebenarnya disuruh Mama bawa bekal, tpai malas. Lebih praktis beli di kantin. Tas ku enggak berat," kata Dion.

"Aku dulu juga malas bawa bekal, lebih suka jajan. Lama-lama, perutku sering sakit. Dokter bilang, aku sakit tifus. Jadi, makanku harus dijaga. Sejak itu, aku selalu bawa bekal dari rumah," ucap Dudi sambil tersenyum.

"Oh, iya. Kamu kenapa selalu kasih sarapan buat pengemis atau pemulung?" tanya Dion lagi.

"Oh, itu. Aku cuma ingin berbagi makanan yang sama dengan bekalku. Siapa tahu, mereka belum sarapan. Kalau mereka sudah sarapan, makanan itu bisa untuk makan siang," jawab Dudi.

"Tasmu tambah berat dong. Sudah bawa bekal, masih ditambah sebungkus nasi," sahut Dion.

"Ah, enggak juga. Aku malah senang bisa memberi sesuatu buat mereka," ujar Dudi.

Dion senang sekali karena semalam papanya pulang dari luar kota. Besok hari Minggu, DIon ingin jalan-jalan ke toko buku. Sayangnya, keinginan Dion harus ditunda. Pak Gunawan, atasan baru papanya, mengundang seluruh karyawan beserta keluarga. Pak Gunawan mengadakan acara syukuran atas kepindahannya itu.

Dion berdecak kagum saat memasuki teras rumah Pak Gunawan. Bunga alamanda sebagai atap peneduh menjuntai cantik di atas kolam ikan koi. Dua mobil mewah terparkir di garasi.

Dion dan kedua orangtuanya menuju ruang tamu yang sangat luas. Tamu-tamu lainnya sudah banyak yang hadir. Dion kenal beberapa di antarnya. Namun, ia tidak melihat anak-anak seusianya yang ikut datang ke acara syukuran itu. Hanya ada beberapa adik bayi dan balita.

"Halo Dion, anak ganteng ini kelas berapa, ya?" tanya Pak Gunawan.

"Kelas tiga, Om," jawab Dion.

"Wah, sama dong dengan anak Om. Coba kamu temui dia di lantai atas. Dia tidak mau berada di sini. Tidak ada teman, katanya," sahut Pak Gunawan.

Dion mengangguk dan bergegas naik tangga. Dilihatnya seorang anak yang sebaya dengan dirinya sedan asyik membaca komik di balkon. Beberapa buku cerita dan majalah anak terlihat berserakan di meja kecil. Dion dan anak itu sama-sama terkejut, sebelum akhirnya tertawa bersama.

"Ternyata, papamu atasannya papaku," celetuk Dion.

Anak Pak Gunawan yang ternyata Dudi itu tertawa lebar. Mereka langsung mengobrol seru tentang hobi yang sama, yakni membaca.

"Eh, kamu langganan majalah ini, ya?" tanya Dion sambil membuka-buka halaman majalah anak kesukaannya. "Nanti aku minta Papa buat langganan juga, ah. Biar enggak bolak-balik ke toko buku buat beli majalah."

"Iya. Aku juga punya banyak komik dan buku cerita detektif. Main aja kesini kalau kamu ingin baca," ucap Dudi.

"Asyik. Nanti kapan-kapan ganti kamu main ke rumahku, ya," sahut Dion. Dudi mengangguk. Ia senang sekali punya teman yang hobinya sama.

"Omong-omong, mobilmu kan ada dua, tapi kenapa kamu ke sekolah naik sepeda?" tanya Dion.

"Lebih enak naik sepeda. Naik sepeda juga lebih sehat," jawab Dudi terkekeh.

Dion ikut tertawa mendengarnya. Diam-diam, Dion kagum pada Dudi yang rendah hati, meskipun orang tuanya kaya raya.



Sumber: Majalah Bobo edisi 17 (30 Juli 2020)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan