CERPEN: Pelajaran Mengarang
Beruntunglah mereka yang duduk di kelas 5C SD Matahari pada tahun pelajaran baru ini. Ada guru baru yang mengajar Bahasa Indonesia dan guru yang bernama Pak Awang ini memang luar biasa.
Setiap Pak Awang mengajar, anak-anak merasa gembira. Cara menerangkannya jelas, rasa humornya ada dan orangnya juga tampan. Apalagi bila tiba pada pelajaran mengarang dua minggu sekali. Wah, pasti seru.
Minggu lalu beliau menugaskan anak-anak membuat karangan singkat tentang ibu masing-masing. Lalu anak-anak bergiliran membacakan hasil karyanya di depan kelas. Ada yang bercerita tentang ibu yang baik dan rajin, atau yang bercerita tentang hobi memasak dan membuat kue. Tapi ada juga cerita tentang ibu yang cerewet atau suka ngebut, atau ibu yang aktif di Dharma Wanita atau ibu yang senang arisan.
Di antaranya ada dua karangan yang menarik. Coba kita lihat hasil karya Hardi:
Wajahnya mirip dengan bintang film Lidya Kandou, hanya usianya lebih tua. la adalah ibuku. la sayang padaku dan begitu juga sebaliknya.
Soal melakukan tugasnya sehari-hari tak perlu kuceritakan lagi. Hanya ada satu hal yang merupakan teka-teki bagiku. Ibuku ini tak bisa dibohongi. Kalau ia menanyakan sesuatu ia selalu memandang mata kami dan kemudian ia tahu apakah kami berbohong atau tidak...
Karangan Banu juga tak kalah menarik. Coba kita baca:
la tidak cantik, tetapi wajahnya menyenangkan. la selalu berdoa bagi keluarga kami. la bangun lebih awal daripada seisi rumah dan tidur paling lambat. Bila kuingat jasa-jasa ibu aku didorong untuk rajin belajar. Ada satu nasihat yang selalu' didengungkannya: "Kalian harus jadi orang jujur. Tak ada gunanya pandai bila tidak jujur...!"
"Nah, mengarang itu menyenangkan, bukan? Banu dan Hardi sudah kelihatan bisa mengarang dengan baik. Yang lain juga bisa, asal mau berusaha. Peranan bakat hanya 10%, tetapi usaha 90%!" kata Pak Awang. Anak-anak bertepuk tangan bagi Banu dan Hardi.
Kemudian Pak Awang memberi tugas untuk 2 minggu lagi, yaitu membuat karangan singkat tentang hewan:
"Mau tulis tentang ikan boleh, ayam, itik, kucing atau anjing juga boleh. Bahkan kalau mau tulis tentang gajah, dan mau mengamati di kebun binatang juga boleh. Masih ada waktu!"
Pada waktu istirahat, anak-anak ramai membicarakannya. Ketika itulah Banu memanggil Anita dan berkata, "Anita, tolong kamu cari tahu Hardi mau menulis tentang apa."
"Mengapa?" tanya Anita heran.
"Tidak apa-apa. hanya sekedar ingin tahu saja. Kalau kamu tidak mau bantu tidak apa. Aku bisa cari tahu sendiri!"kata Banu.
"Ya, ya, aku tanyakan.Jangan khawatir," kata Anita. Tiba-tiba Anita ingat bahwa dia sering menumpang mobil Banu kalau perlu olahraga. Tidak enak kan kalau diminta tolong sedikit tidak mau.
Ternyata Hardi mau menulis tentang kucing, karena di rumahya ia memelihara kucing. Menurut Anita umumnya anak-anak mau menulis tentang anjing atau ayam. Banu berpikir, "Aku harus menulis tentang kucing juga. Dan juga harus sesuatu yang khas."
Sayang, sampai hari terakhir Banu belum mendapat ide yang bagus. Paling-paling ia pernah melihat kucing sedang duduk termenung atau berkeliaran di tempat sampah. "Lebih baik tulis tentang kura-kura saja. Lebih mudah!" pikir Banu sambil memandang kura-kura yang ada di kolam kecil di taman. Tapi keinginan untuk bersaing dengan Hardi lebih kuat.
Esok harinya suasana kelas 5C menjadi meriah. Satu demi satu membacakan karangannya. Banyak yang biasa-biasa saja. Ada juga yang lumayan. Akhirnya tinggal giliran Hardi dan Banu. Banu lebih dahulu membacakan karangannya:
Hewan satu ini rupanya seperti harimau, tapi ia tidak mengaum. Tubuhnya jauh lebih kecil. Dia adalah seekor kucing. Kucing suka makan ikan asin. Orang selalu mengatakan bahwa kucing dan tikus bermusuhan. Memang, demikian kenyataannya. Kucing akan selalu mengejar tikus. Bila tikus berhasil ditangkapnya, ia akan menikmatinya bersama kawan-kawannya...
Berikutnya giliran Hardi: Kami mempunyai beberapa ekor kucing di rumah. Sangat menarik untuk mengamati tingkah laku mereka.
Kucing juga mengenal rasa persaudaraan. Bila salah seekor saudaranya bepergian untuk waktu agak lama, pada waktu kembali ia akan disambut oleh saudara-saudaranya.
Tapi, kucing juga sangat egois dalam urusan dengan tikus. Bila ia berhasil menangkap tikus, ia akan sangat marah bila kucing lain minta bagian. Kalau tikusnya besar_dan ia tak sanggup menghabiskannya sendiri, barulah ia mau membagi mangsanya itu...
Anak-anak bertepuk tangan. Tiba-tiba Anita menunjuk tangan dan berkata, "Menurut Banu kucing akan menikmati tikus bersama kawan-kawannya. Menurut Hardi sebaliknya. Mana yang benar?"
Suasana kelas menjadi riuh. Anak-anak sibuk bercakap-cakap dengan sesama kawannya. Pak Awang menenangkan kelas. "Pertanyaan Anita sangat bagus. Dalam mengarang tentang hewan kita tuliskan fakta, karena kita bermaksud memberikan informasi pada orang lain, jadi tentunya kita tidak menulis bahwa ayam itu bersisik atau singa suka apel. Dalam mengarang juga perlu kejujuran. Baiklah kita tanyakan pada si penulis."
Hardi mengangkat tangan dan berkata, "Saya sudah lama memelihara kucing. Saya mengamati sifat-sifatnya dan apa yang saya tulis kenyataannya demikian."
"Baiklah. Kalau Banu bagaimana?" tanya Pak Awang.
"Hm, eh, saya mengaku salah, karena kurang mengamati dengan baik. Mohon maaf, dan ini saya sampaikan sejujurnya. Saya menulis tentang kucing karena tak mau kalah dengan Hardi," Banu menjelaskan.
Pak Awang tersenyum dan berkata, "Bagus, kita hargai kejujuran Banu. Untuk lain kali tulislah sesuatu yang benar-benar kita ketahui. Atau cari tahu dulu, baru menulis," nasihat Pak Awang. "Juga dalam mengarang, kita sama-sama belajar, bukan bersaing untuk memenangkan kejuaraan. Melalui tulisan kita bias menambah pengetahuan orang lain, menghibur atau menjelaskan sesuatu."
Lonceng berbunyi. Pelajaran mengarang berakhir. Anak-anak bukan hanya belajar mengarang, tapi juga belajar tentang pentingnya kejujuran.
Cerita oleh: Ny. Widya Suwarna
Sumber: Majalah Bobo Online
Komentar
Posting Komentar