CERPEN : Bangku Perah Susu

Di sebuah desa tinggal seorang gadis gembala. Meiti, demikian nama gadis cantik itu.

"Belum pernah aku melihat gadis secantik dia!" kata pemuda-pemuda yang berjumpa dengannya. Mendengarpujian-pujian itu Meiti menjadi sombong. Ia merasa tak pantas lagi menyapu, mencuci piring ataupun menggembalakan sapi. Namun Meiti harus mengerjakannya, karena orang tua Meiti bukanlah orang kaya.

"Seharusnya aku tinggal di rumah terus, supaya kulitku tidak hitam terbakar matahari. Dan aku dapat bersolek, agar selalu kelihatan cantik!" Begitulah keluhan Meiti setiap hari. Untuk melampiaskan kekesalannya Meiti mencambuki sapi-sapinya yang tak bersalah itu.

Sore itu, seperti biasa Meiti memerah susu. Tiba-tiba terdengar suara memanggil namanya, "Meiti! Meiti! Coba ke sini!" Meiti menoleh ke belakang. Tampak olehnya seorang nenek yang berdiri di pintu kandang.

"Ada apa, Nek? Mau menggantikan aku menggembalakan sapi dan memerah susu?" tanya Meiti.

"Ooh, tidak! Aku mempunyai benda istimewa untukmu. Tentu kau menyukainya!" kata nenek itu.

"Benda apa, Nek? Sebuah kalung? Atau sepatu kaca? Coba kulihat!" tanya Meiti.

Nenek itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Astaga! Hanya sebuah bangku kecil!

"Bangku buruk saja dikatakan benda istimewa!" kata Meiti, lalu hendak meninggalkan nenek itu.

"Oho, jangan takabur! Bangku ini adalah bangku ajaib! Ia dapat memerah susu!" kata nenek itu.

"Lihatlah!" Nenek itu meletakkan bangku kecilnya di dekat salah seekor sapi. Ajaib sekali! Tiba-tiba mengalirlah susu dari sapi yang berdiri di dekat bangku itu. Wah, bukan main gembiranya hati Meiti!

"Nek, bangku ini untukku saja," pinta Meiti.

"Ya, ya! Bangku ini akan kuberikan padamu. Tetapi dengan syarat, kau tak boleh mencambuki sapisapimu. Kalau sampai syarat ini kaulanggar, engkau akan menerima balasan yang setimpal," kata nenek itu, lalu menghilang.

Sejak saat itu Meiti hanya menggembalakan sapi. Setelah itu kerjanya hanya bersolek.

Pada suatu hari matahari bersinar terik. Karena itu banyak gembala yang pulang lebih cepat dari biasanya. Termasuk Meiti. Tapi di tengah jalan, sapi-sapi Meiti tidak mau jalan. Meiti kesal sekali. Akhirnya Meiti mencambuki sapisapinya itu. "Tar! Taar!" Sekarang barulah sapi-sapi itu mau berjalan lagi.

Setelah semua sapi masuk kandang, Meiti menyiapkan bangku kecil untuk memerah susu. Tetapi apa yang terjadi? Bangku itu melekat di tubuh Meiti. Dan mulai melompat-lompat!

Makin lama lompatannya makin jauh dan tinggi. Meiti terkejut sekali. Ia berteriak minta tolong. Tetapi tak seorang pun mau menolongnya. Mereka malah tertawa terkekeh-kekeh.

"Ha, ha, ha! Wajahnya sekarang jadi jelek.Hiih, penuh goresan'iseru orang-orang itu.

Ada beberapa orang yang merasa kasihan melihat Meiti. Mereka berusaha menolongnya. Namun setiap kali hendak ditangkap, bangku itu melompat menjauhi mereka.

Saat itulah Meiti teringat akan perkataan nenek yang memberikannya bangku perah susu. Ya, tadi siang ia mencambuki sapi-sapinya. Beginilah akibat yang harus diterimanya!

"Nek, maafkan aku! Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku! Aku akan menjadi seorang gembala yang baik. Tolonglah aku, Nek!" teriak Meiti sekuat-kuatnya.

Setelah Meiti berkata demikian, bangku itu berhenti melompatlompat. Meiti segera pulang. Ia langsung berdiri di muka cermin. Tampak seluruh wajahnya penuh goresan. Rambutnya pun kusut. Betapa sedih hati Meiti. Kini ia bukan lagi Meiti yang cantik. Ia adalah Meiti yang berwajah buruk.

Meskipun begitu, Meiti lebih gembira, sebab ia mempunyai banyak teman. Karena ia tak pernah menyombongkan diri lagi. 




Sumber : bobo.grid.id
Cerita dan Ilustrasi oleh: Dok. Majalah Bobo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG : Rumah untuk di Relakan

Kau Juga Hebat, Sayang!

Dongeng : Dunia Manisan